Minggu, 30 Maret 2008

Tragedi Nusa Tenggara Timur

TRAGEDI NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh : Maximus Masa

Rentetan peristiwa terus mendera propinsi NTT. Bencana demi bencana terus datang sili berganti seakan tak ada habisnya. Peristiwa tanah longsor yang melanda kabupaten Ruteng yang menewaskan puluhan orang, onggokkan mayat dan derita luka ratusan warga kabupaten Ende akibat banjir bandang sampai penyakit gila anjing ( rabies ) yang menyerang kabupaten Sika dan Flores Timur menjadi topik hangat untuk diliput oleh pers baik domestik maupun mancanegara. Semuanya soal derita rana NTT yang tak pernah usai. Sapuan air mata belum kering benar ternyata datang lagi bencana kemanusiaan lain yang sangat gencar yakni penyakit busung lapar yang sempat menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat yang dililiti ekonomi lemah. Derita NTT, judul yang diliput oleh wartawan Flores Pos menggenapkan aliran berita bahwa NTT saat ini sedang berada dalam jurang bencana baik bencana alam maupun bencana penyakit. Dari tahun 1998 penyakit gila anjing atau rabies adalah penyakit yang terserang melalui anjing gila. Berita memang kurang terlalu gencar karena pada saat yang bersamaan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia memperjuangkan reformasi yang sampai kini hasilnya yang masih jauh dari harapan. Penyakit rabies dilewatkan dari berita. Akan tetapi meskipun Indonesia sedang memperjuangkan reformasi namun para pemerhati masalah sosial tetap dengan setia meliputi berita itu dan berusaha menempatkan pada posisi yang sama dengan perjuangan mahasiswa tentang reformasi. Tahun 2002 gunung hegong di Maumere, kabupaten Sika meletus dan menyebabkan masyarakat yang bermukim di lembah gunung itu mengungsi. Gunung itu seakan tidak mau kala dengan amukkan gunung Pinatibo yang ada di Filipina. Letusannya membuat masyarakat derita. Betapa tidak laharnya yang panas sebagian menyapu bersih pemukiman penduduk walau sebelumnya telah diantisipasi. Akibatnya ratusan warga kehilangan tempat tinggal dan material lain yang menjadi pegangan hidup mereka. Tahun 2005, awal dari penyakit baru yang namanya busung lapar menyapu NTT. Penyakit ini adalah yang paling para karena menyerang bayi dan anak-anak usia balita di antara 1-3 tahun dan tidak tertutup kemungkinan untuk menyerang orang dewasa yang kekurangan pasokkan protein dalam tubuhnya.

Dari sini timbul berbagai pertanyaan yang bersifat analisis; Apa itu busung lapar? Apa penyebabnya? Jenis macam apa penyakit busung lapar itu? Bagaimana cara penanganannya agar penyakit yang membawa maut ini tidak tersebar ke seluruh pelosok desa yang ada di sana?

Busung lapar atau biasa disebut dengan “Kwashiorkor”, pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Cecilie Williams pada tahun 1933 sewaktu ia berada di Gold Coast, Afrika. Saat itu, Dr Cecilie banyak menemui anak-anak yang menderita penyakit kwashiorkor atau busung lapar. Istilah kwashiorkor sendiri berasal dari bahasa setempat yang berarti “penyakit anak pertama yang timbul ketika anak ke dua muncul”. Maknanya dari kata-kata ini intinya adalah menggambarkan pada suatu penyakit yang timbul pada anak pertama akibat anak tersebut ditelantarkan oleh orangtua akibat adanya adik yang baru lahir. Kwashiorkor adalah salah satu bentuk dari gangguan gizi yang dikenal sebagai Kurang Energi dan Protein ( KEP ), dengan berat badan kurang dari 60% disertai bengkak ditungkai kaki. Ada juga yang mendefinisikan bahwa kwashiorkor adalah suatu sindrom yang diakibatkan defisiensi protein yang berat. Defisiensi ini sangat para, meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi kebutuhan.

Seperti yang disebutkan di atas bahwa kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan. Pada umumnya kandungan karbohidrat tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah. Gajala awal KEP dimulai dengan anak yang tidak mengalami pertambahan tinggi maupun berat badan. Anak terlihat sembab, lesuh, gelisah, cengeng, dan pada tahap yang lebih berat akan terlihat tak peduli ( apatis ) bahkan tak sadarkan diri ( koma ). Pertumbuhan anak akan terhambat karena terdapat bengkak pada seluruh tubuh sehingga sering sekali penurunan berat badan; dengan menekan pada tungkai karena kulit yang ditekan tidak segera kembali.

Jika anak-anak mengalami kurang energi dan protein, akan mudah terserang infeksi seperti diare, ISPA ( infeksi saluran pernapasan atas ), TBC, polio,cacingan dan lain-lain.

Apabila keadaan menjadi lebih buruk, anak yang mengalami kekurangan energi dan protein sekaligus akan menjadi kurus kering. Gejala kurus kering demikian disebut sebagai marasmus. Istilah marasmus berasal dari bahasa Yunani, yang berarti kurus kering. Sebaliknya, walau asupan protein sangat kurang, tetapi si anak menerima asupan hidrat arang / karbohidrat maka yang terjadi adalah kwashiorkor. Untuk jelasnya, anak yang menderita kwashiorkor akan mengalami edema ( penumpukkan cairan di jaringan bawah kulit; umumnya di ujung-ujung tungkai bawah ) dan adanya akumulasi cairan di rongga usus. Bagian tubuh yang menderita edema akan menjadi bengkak, bagian tersebut bila dipencet memberikan suatu cekungan. Terjadi pula penimbunan cairan di rongga perut yang menyebabkan perut si anak menjadi busung ( oleh karenanya disebut busung lapar ). Apabila keadaan menjadi lebih berat, kulit menjadi kusam dan mudah terkelupas, otot-otot terlihat mengecil, rambut terlihat pirang pucat dan mudah dicabut tanpa rasa sakit. Selain itu kurang darah, gangguan pada fungsi hati, kelenjar ludah perut dan usus pada pemeriksaan laboratorium.

Ciri-ciri lain penderita kwashiorkor adalah hambatan pertumbuhan, perubahan pada pigmen rambut dan kulit, edema, dan perubahan patologi pada hati. Hal ini terlihat pada infiltrasi lemak, nekrosis, dan fibrosis. Temuan lain adalah gangguan saluran pencernaan.

Anak-anak yang mengalami hal ini biasanya kehilangan nafsu makan, rewel, diare, dan sikap apatis. Dan biasanya pula mereka mengalami infeksi lambung. Wajahnya bengkak. Pada orang dewasa, keadaan ini bisa terjadi, dan yang terparah adalah busung lapar. Kwashiorkor dianggap ada hubungan dengan marasmus. Ini adalah satu kondisi terjadi defisiensi, baik kalori, maupun protein.

Gejala klinis Balita KEP berat / Gizi buruk :

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat / gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur atau melihat berat badan bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat / gizi buruk tipe kwashiorkor.


a. Kwashiorkor


  • Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki ( dorsum pedis)

  • Wajah membulat dan sembab

  • Pandangan mata sayu

  • Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit atau rontok

  • Perubahan status mental, apatis, dan rewel

  • Pembesaran hati

  • Otot mengecil ( hipotrofi ), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk

  • Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas ( crazy pavement dermatosis )

  • Sering disertai : penyakit infeksi, anemia, diare.


b. Marasmus


  • Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit

  • Wajah seperti orangtua

  • Cengeng, rewel

  • Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant / pakai celana longgar)

  • Perut cekung

  • Sering disertai : penyakit infeksi ( umumnya kronis berulang )

  • Diare kronis atau konstipasi / susah buang air


c. Marasmik-Kwashiorkor


  • Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60%>

Semua yang dipaparkan adalah gejala- gejalanya yang timbul dan yang biasa diderita oleh si penderita.

Penyakit busung lapar melanda NTT bukanlah tanpa sebab. Banyak yang menjadi indikasi penyebabnya diantaranya :

Menurut penelitian Institut for Ecosoc Right menyimpulkan secara umum untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, busung lapar dan gizi buruk terjadi berakar pada persoalan strutktural yakni kelemahan rumah tangga, komunitas dan kebijakan publik. Menurut Ketua Institute for Ecosoc Right, Sri Palupi, busung lapar dan gizi buruk pada prinsipnya lahir dari beragam faktor, bukan hanya karena kemiskinan sebab miskin tidak harus busung lapar.

Institute for Ecosoc Right merupakan sebuah lembaga riset dan pendidikan untuk hak ekonomi, sosial dan budaya yang berbasis di Jakarta. Lembaga ini telah mengkaji masalah gizi buruk dan busung lapar yang mencuat di wilayah NTT. Riset tahun pertama pada tahun 2006 berlangsung di empat kabupaten yakni Sumba Barat, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan dan kota Kupang. Riset itu berkaitan dengan berbagai hal yang menjadi penyebab kasus busung lapar dan gizi buruk yang terus dialami masyarakat NTT sepanjang tahun dan sistem penanggulangan yang memungkinkan ditempuh pemerintah, khususnya di empat kabupaten sampel. Palupi mengatakan, penyebab busung lapar dari aspek rumah tangga antara lain dipicu oleh kondisi ekonomi, asupan gizi pada anak yang tidak sesuai standar gizi dan tingkat pengetahuan serta kesadaran orangtua yang rendah. Pada tingkat komunitas masyarakat, lebih disebabkan oleh pergeseran nilai-nilai adat dan praktek hidup yang selalu mengedepankan kebersamaan. Pergeseran itu dapat dilihat dari rendahnya kebutuhan berorganisasi dalam kehidupan bermasyarakat serta kecenderungan masyarakat untuk menghindari seseorang yang terkena gizi buruk dan busung lapar.

Penyebab busung lapar dan gizi buruk pada level kebijakan publik merupakan aspek yang dianggap paling menarik karena beragam bencana disikapi dengan politik bantuan sesuai dengan karakter alam dan tipikal masyarakat NTT. Politik bantuan itu justru melemahkan kapasitas komunitas dalam pengelolaan bencana ( termasuk busung lapar dan gizi buruk ) yang berujung pada sikap ketergantungan. Ada juga pemahaman yang keliru yang menempatkan kasus busung lapar sebagai masalah kesehatan sehingga model penanggulangan bersifat kuratif, karitatif, emergency dan bersifat jangka pendek sehingga hasilnya pun tidak optimal. Peneliti Institute for Ecosoc Right, juga menyimpulkan bahwa upaya yang telah dilakukan lembaga non pemerintahan baik skala internasional,nasional dan lokal dalam penanggulangan bencana yang tidak mengutamakan aspek koordinasi juga tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Bahkan, timbul kesan persoalan yang sama pada lokasi yang sama ditangani lebih dari satu lembaga non pemerintahan sehingga dana yang dikucurkan relatif besar namun hasilnya tidak optimal dan hanya menciptakan ketergantungan pada bantuan.

Untuk mengatasi berbagai persoalan itu diperlukan adanya pemahaman masalah yang substansial, perluasan partisipasi perempuan dan semua elemen yang ada di dalamnya.

Menurut versi dari pemerintah terjadinya busung lapar ( kwashiorkor ) lebih disebabkan pola konsumsi warga yang kurang memperhatikan keseimbangan gizi, sanitasi lingkungan yang buruk serta kurangnya pemahaman warga tentang kesehatan.

Menurut bapak Stefanus, salah seorang dari petugas kesehatan propinsi NTT, busung lapar disebabkan oleh dua faktor yakni : pertama, anak tidak mendapatkan makanan bergizi dan penderita telah mengidap jenis penyakit lain yang menyebabkan kekebalan tubuh lemah, kedua, minimnya pendapatan masyarakat sehingga tidak mampu membeli makanan bergizi bagi balita dan anak-anak. Dan faktor lainnya adalah lingkungan yang kurang sehat sehingga akan dengan mudah tersebar busung lapar.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh dr. Harun Riyanto, bahwa penyebab busung lapar sangat kompleks, multi faktor dan bukan hanya masalah kesehatan saja, namun penyebabnya juga dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, ekonomi dan berbagai sebab lainnya yang tidak jauh berbeda dengan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas.

Menurut Siswono, kurang maksimalnya peran posyandu akibat penerapan otonomi daerah. Dan diperkuat lagi dengan pendapat menteri kesehatan bahwa sejak lima tahun terakhir, ketika desentralisasi diterapkan, pos yang paling banyak dipotong adalah posyandu dan penanganan kesehatan secara sistimatik di Indonesia. Sehingga tidak heran ketika muncul kasus busung lapar atau gizi buruk, karena memang pemerintah pusat sama sekali tidak mendapat laporan dari daerah sehingga penanganan tidak dilakukan secara cepat.

Daerah-daerah yang rawan terserang busung lapar adalah Flores Timur, sedangkan penderita marasmus tersebar di wilayah kabupaten Timor Tengah Utara ( 2 orang ), Timor Tengah Selatan ( 9 orang ), kota Kupang ( 8 orang ), kabupaten Kupang ( 7 orang ), Alor ( 2 orang ), Lembata dan Manggarai masing-masing 2 orang. Jumlah angka para penderita di atas adalah yang dapat terdeteksi dan bisa saja masih banyak korban lain yang tidak terdeteksi mengingat wilayah NTT adalah wilayah yang secara geografis sangat tidak mendukung untuk dijangkau. Artinya banyak daerah pelosok desa yang sangat sulit untuk ditempuh baik melalui kendaraan roda dua maupun roda empat. Daerahnya sangat terisolasi dari daerah lain sehingga transportasi, komunikasi dan informasi terputus total. Dan juga daerah seperti Ende, Bajawa, Maumere, Waikabubak, atau Waingapu bukan berarti tidak ada indikasi busung lapar dan gizi buruk. Daerah-daerah ini juga tergolong sangat rawan karena tandus, gersang sehingga pada musim kemarau sering dilanda kekeringan yang menyebabkan kekurangan bahan makanan untuk dikonsumsi apalagi makanan bergizi. Kekurangan bahan makanan ini juga menjadi sebab timbulnya marasmus dan busung lapar walaupun pemerintah daerah sendiri membantah karena telah menyalurkan pasokan pangan melalui Bulog sebanyak 9000 ton.

Berdasarkan data hasil survei dari Care International Indonesia ( CII ), di wilayah Timor Tengah Utara terdapat 400 anak di antaranya kurang gizi dan berpotensi busung lapar. Di kabupaten Alor terdapat 400 anak dilaporkan mengalami gizi buruk. Dari jumlah tersebut, 10-15 persen di antaranya sudah mengarah pada gangguan gizi kronis. Kondisi yang sama juga terjadi di daerah lain di wilayah NTT. Berbagai pendapat mencuat sebagai reaksi atas penyakit busung lapar dan gizi buruk ini. Dan masing-masing pendapat mempunyai tujuan yakni bagaimana mencari jalan untuk mencegah dan mengobati para penderita.

Langkah-langkah yang perlu diambil dalam penanggulangan masalah ini perlu dilihat dari dua sisi yaitu jangka pendek dan jangkah panjang. Untuk jangka pendek lebih terfokus pada pengobatan yaitu pertama, melakukan koordinasi secara tepat agar proses penanganannya dapat berjalan dengan baik. Proses pengkoordinasian ini perlu melibatkan berbagai elemen yang mempunyai tujuan baik yakni membantu para penderita agar bisa sembuh dari penyakit yang sedang diderita. Kedua, Menyalurkan bahan makanan tambahan berupa susu, kacang hijau pada setiap daerah. Bantuan sembako untuk daerah yang kekurangan bahan makanan. Ketiga, menyalurkan obat-obatan ke semua daerah baik yang sudah dilanda maupun yang belum sehingga dapat mencegah penyebarannya. Keempat, tingkatkan pelayanan kesehatan lewat pelayanan posyandu, puskesmas. Kelima, menambah tenaga medis seperti dokter dan para perawat. Dengan memenuhi kelima langkah ini akan semakin cepat untuk diatasi. Untuk jangka panjang yakni : Pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat lewat penyuluhan dan pembinaan tentang peran penting kesehatan bagi kehidupan, mensosialisasikan tentang keberadaan posyandu dan puskesmas bahwa kehadirannya dapat membantu mengobati penyakit dengan biaya yang mudah terjangkau atau ada program pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat ekonomi lemah, biasakan gaya hidup sehat dengan mencuci tangan sebelum makan, membersihkan lingkungan baik di sekitar lingkungan rumah maupun lingkungan di dalam rumah. Kedua, menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesehatan dengan meningkatkan pendidikan bagi anak-anak mereka sehingga dengan pendidikan yang memadai maka tingkat kesadaran masyarakat pun semakin tinggi, pengetahuannya makin luas, informasinya pun dapat diakses dengan mudah. Ketiga, memberikan kepelatihan / kursus latihan kerja kepada masyarakat agar dapat memiliki ketrampilan yang baik dalam mengerjakan aktivitasnya dalam usaha untuk bertanggungjawab terhadap diri dan keluarga secara keseluruhan. Dengan adanya ketrampilan yang dimiliki maka hasil dari pekerjaan yang diperoleh pun diharapkan akan menjadi lebih baik. Ini adalah salah satu cara meningkatkan pendapatan dalam rumah tangga, dengan pendapatan yang memadai maka tingkat ekonomi masyarakat pun kian semakin baik yang bisa mengarah ke keluarga yang sejahtera. Itulah yang menjadi harapan pada saat sekarang dan yang akan datang.

Dengan berbagai persoalan yang meliliti kehidupan warga NTT, kiranya warga NTT semakin sadar tentang betapa pentingnya kesehatan. Belajar dari kasus-kasus yang telah terjadi dari gejala, penyebab dan solusi yang diterapkan dapat membawa warga untuk memahami lebih dalam tentang fenomena penyakit sehingga tidak berdampak pada situasi yang ruwet dan sulit untuk keluar dari kemelut yang dialami. Kami dari kejauhan selalu mendukung walau saban hari kami akan kembali dalam suasana yang lebih segar ketimbang sekarang yang dirundung duka dan derita. Bangkitlah saudaraku dari tidurmu yang panjang, jangan biarkan rona luka terus menganga, kita tingkatkan persaudaraan membangun kebersamaan dalam satu nasib memajukan Nusa Tenggara Timur, rana FLOBAMORA, tempat kita dihadirkan oleh sang khalik.


Jogja, 8 Maret 2008