Antara Cinta dan Benci
Oleh : Maximus Masa
Tiba-tiba dorongan jiwa tak sanggup Maria tahankan. Keheningan buyar dihempas oleh suara getar Maria untuk menyatakan “Maxi aku cinta kepadamu”. Aku pun seperti gayung bersambut menjawab dengan nada penuh perasaan “ Memang hatiku layak kamu cintai”.
Kami pun kembali terdiam. Hempasan gelombang terus melumatkan karang yang ada di sekitar kami. Maria seperti rasa tidak puas dengan jawabanku. Maria kembali melontarkan pertanyaan seolah-olah ingin mencari kepastian dariku,”Maxi apakah kau juga cinta kepadaku”? Aku menjawab hanya dengan tatapanku ke wajahnya yang polos karena tidak dibalut oleh bedak atau pun bahan kosmetik lainnya. Aku tidak bisa menjawab dengan segera sebab tenggorokkan terasa sesak karena kebimbangan, keraguan dan cinta seperti saling berlomba untuk merebut hati seorang pemuda, Maxi, karena pada saat yang bersamaan berada antara dua pilihan yang sulit, di mana yang satu menarikku untuk menolak tapi yang lain timbul dengan melodi cinta dan kerinduan untuk ingin segera memiliki Maria, gadis yang ada disampingku.
Seiring dengan deru gelombang yang terus mampir ke pantai pasir putih dan karang dan kemudian kembali ke lautan lepas Maria merasa kesal dengan caraku yang demikian. Ia pun mengatakan “Aku benci kepadamu”. Jawabku tanpa basa basi “Kalau begitu hatiku pun layak kamu benci”.
Akhirnya Maria mengajakku pulang. Dua insan yang disatukan oleh Tuhan lewat persahabatan dan berakhir dengan cinta dalam nada keputusasaan. Dan aku tetap mencintainya walau kini kami berpisah.
Jogja, 12 April 2008