Sabtu, 11 Oktober 2008

Renungam Jiwa


HATIKU, HATIMU DAN HATI KITA
Oleh : Maximus Masa

Setiap hati mendamba hati lain, hati yang bisa diajak untuk bersama-sama meneguk madu kehidupan dan menikmati kedamaian dan sekaligus melupakan penderitaan hidup. Dan hatiku membutuhkan hatimu dalam mengisi kekosongan jiwa, memenuhi kerinduan dengan kasih sayang dan perhatian yang tulus yang diwujudkan dalam kehidupan bersama dalam berbagi suka;tawa, canda, keceriaan, kebahagiaan dan kesenangan serta menuangkan kisah tentang nostalgia masa lalu, impian masa kini dan harapan ke hari depan. Kebersamaan, perekat yang memadukan kita menjadi satu meskipun kita berbeda arah dan tujuan, pikiran dan pandangan, ide dan perasaan. Kita semua adalah satu.
Tak terbayangkan ketika kita melintasi gurun yang tandus dan padang ilalang jiwa yang gersang. Hidup ini menjadi hampa sehingga roh memberontak terhadap badan dan memintanya untuk mencari sumber perlindungan air pelepas dahaga nyanyian jiwa yang telah kusam. Berjalan di tepi kehidupan seorang diri adalah menyedihkan dan menyengsarakan perasaan. Kesepian, kesendirian menjadikan kita terasing dari keramaian dunia. Kecuali seorang petapa yang mencari inspirasi pada indahnya alam dan lolongan burung di udara. Ia menikmati kedamaian dan kemudian kembali ke rumah dengan membawa buah cinta menyepi yang abadi. Sedangkan kita?
Harus kita sadari tentang indahnya kebersamaan, sejuknya perhimpunan dan nyamannya berceloteh tentang cerita kita. Kebersamaan mengantarkan kita pada kehidupan yang damai dan tenang, saling pengertian tercipta di sana dan tiada kesempatan untuk mengungsikan diri ke negeri yang sepi dan membosankan. Dalam kebersamaan kita dapat berbagi peran, mengambil bagian dalam tugas dan tanggungjawab tergantung adakah kemauan di hati kita? Kini, kita semua berkumpul di sini atas nama cinta. Kita tinggal di sini karena cinta yang lahir dari pandangan mata, memikat hingga menggerakkan kita untuk mencoba menyatu di tengah perbedaan yang bergejolak.
Hatiku dan hatimu memiliki kebeningan seperti kristal embun di pagi hari. Hati kita adalah bait rahmat yang tersimpan sumber air yang terus mengalirkan cinta. Hati yang tulus melahirkan harapan dan kekuatan kepada siapa kita mempersembahkan cinta kita. Kepada kedua orangtua kita, saudara-saudara kita, teman-teman kita, pacar kita dan kepada semuanya kita mempersembahkan cinta kita. Kita semua dilahirkan karena cinta. Karena cinta pula kita tumbuh menjadi seorang pemuda dan pemudi. Kita berkumpul di sini untuk menyemaikan beni-beni cinta, cinta yang ada di dasar hati kita.
Untuk itu harapanku, partisipasi pro aktif dari kita semua untuk memajukan diri dan sekaligus melambungkan angan dalam cinta agar tetap eksis di tengah hiruk pikuknya dunia yang sedang mengagungkan hedonisme, individualisme dan egoisme. Mari kita pupuk kebersamaan melalui cinta dalam satu nasib, menyandarkan harapan di bawah kaki salib tanda kerendahan hati anak manusia kepada Dia sang tersalib.

Kisah Cinta yang Tak pernah Tuntas


JANGAN TANYAKAN DIA PERGI

Saatnya bagimu untuk diam. Jangan pernah ada kata menyesal pada lembaran hidupmu. Jangan kau nampak keruk di dahimu. Kepergiannya hanyalah salah satu jalan terbaik untuk memecahkan bebuntuhan yang ada dalam hati yang dilumuri rasa pedih ini. Sekian tahun kau telah bersamanya. Kenangan akan masa-masa indah selalu dan akan selalu terpatri dalam ingatanmu. Namun apa hendak di kata dia lebih memilih jalan lain yang lebih bahagia selain jalan untuk hidup bersamamu. Janganlah kau tangisi karena air mata tidak membuatmu menjadi lebih bahagia selain menoreh luka dalam hatimu. Coba kau menilik kembali akan perjalananmu ketika berjalan bergandengan dengannya atau ketika kau sedang duduk di sampingnya. Apakah ada semacam getaran perasaan ketenangan yang membuatmu menjadi bahagia atau malah sebaliknya yang mengiris duka dalam hatimu. Keputusannya untuk pergi bukanlah tanpa sebab. Dan penyebab itu bukan karena hubungan cintamu tidak menuai seutas benang kebahagian. Sama sekali tidak. Pernah di suatu hari ketika ia mengungkapkan keinginannya untuk menempuh kuliah, ia seolah merasa kuatir hubungan cinta antara kau dengannya akan segera berakhir karena kau tak pernah ada sinyal yang mendukung dalam meraih cita, mengejar angan dan menggapai impian. Cita-citanya.
Dan kekuatiran itu ternyata benar-benar ada. Ia memilih jalan kuliah dan meninggalkan selaksa kenangan dalam hidup bersamamu. Tujuh tahun ketika ia bekerja di perusahaan yang bergerak dalam bidang elektron, ia hidup seperti terkurung dalam lingkaran penjarah. Batinnya tertekan seolah sedang memikul kuk yang teramat berat. Dalam hidupnya selalu ada tanda tanya kapankah cita-cita suci ini akan terwujud jikalau ia tetap berada dalam lingkaran hidup dunia kerja yang tidak jelas akan masa depan ini. Usia tiga puluh dua tahun bukanlah penghambat dalam belajar. Seperti kata orang bijak belajar tidak pernah mengenal usia. Tidak pernah mengenal akan tua dan muda atau tinggi dan rendah, semuanya sama. Toh belajar adalah jalan menuju pintu kesuksesan karena wawasan akan semakin luas dan pengetahuan akan semakin bertambah. Akankah jika ia tetap hidup bersamamu bisa ia tempuh cita-cita yang sejak lama ia dambakan ini? Hanya hatinya yang bisa menjawab. Dan diharapkan agar kau bisa mengerti tapi ternyata kehadiranmu tidak membuatnya bahagia dalam menikmati hidup ini.
Sekarang biarkan ia pergi. Lepaskan tali-tali rindumu supaya ia pergi tidak terhambat oleh aral yang mencoba untuk merintang. Seekor burung ingin mengembangkan sayapnya dan berusaha terbang setinggi mungkin demi menaruh harapan pada hamparan alam, indahnya panorama dan kemudian ia kembali ke sangkarnya dengan membawa semangat untuk hidup sambil melolongkan suaranya yang merdu memuji sang penciptanya. Demikian yang ada pada diri seorang pemuda yang bernama Maxi. Ia pergi untuk menempuh ilmu menjelajah samudera dunia kampus dan mencoba menuai apa yang ditabur oleh para tokoh intelek. Komerntarku bahwa hidupnya sangat unik; semangat dalam mencari jalan untuk keluar dari bayang-bayang kegelapan malam sama halnya seperti ketenangan sumber air yang selalu mengalirkan harapan akan cinta dan kesejukkan atau seperti rembulan malam yang selalu menghiasi malam dengan pancaran cahayanya. Keinginannya dalam hidup adalah menjadikan dirinya lebih bermanfaat dan berguna bagi sesamanya. Apalagi ilmu yang diperolehnya, kini, kelak akan ia bagikan pada orang yang selayaknya sedang membutuhkan pengetahuan akan dunia akuntansi.
Memang sungguh tak terselami. Bagaimana tidak bahwa di usia yang sebenarnya sudah layak untuk membangun hidup berumah tangga tidak ia hiraukan dan lebih memilih pada kemauan dan kehendaknya untuk maju mengarungi samudera kampus yang sejak delapan tahun yang telah lewat ia tinggalkan. Dunia pendidikan ternyata lebih indah dan lebih baik baginya daripada hidup dalam satu keluarga yang dianggapnya tidak bebas dan membosankan karena tenggelam dalam rutinitas yang sama. Sehingga jangan heran jika tujuh tahun ia menjalin tali kasih dengan seorang gadis tidak menjadikan dirinya keluar dari bayang-bayang mata rantai derita yang membelenggu.
Perbedaan watak, karakter, sifat dan cita-cita membuatnya untuk mengakhiri hubungan cinta yang sedang bersemi. Cinta bukanlah segalanya dalam hidup. Cinta yang tidak didasari oleh hati yang tulus dan pengertian yang mendalam itu sama seperti air embun yang tempias dan tergenang di atas daun talas. Ia terombang ambing dan membentuk kristalnya sendiri-sendiri. Dan kemudian jatuh ke tanah yang berdebu lalu hilang tanpa bekas. Pada prinsipnya bahwa cinta harus sebanding dengan aliran pengertian dan niat hati yang tulus. Sehingga bukan saja kata-kata manis yang menimbulkan penderitaan tetapi sekaligus kepahitan yang mengantarnya ke hidup yang penuh pengertian dan ketenangan jiwa. Kepahitan adalah jaminan lestari hubungan cinta. Dan sebaliknya kembang rampai masa pacaran yang dihiasi rayuan dan kata-kata manis adalah awal kehancuran dari petualangan hidup menuju kebahagiaan yang sejak lama setiap orang dambakan. Tujuh tahun semasa kedekatannya dengan seorang gadis timbul kegelisahan yang luar biasa. Setiap malam bayang-bayang kekelaman selalu datang menghantui jiwa. Kegelisahan timbul karena adanya ketakutan yang luar biasa akan kegagalan dalam meraih cita, mengejar angan dan menggapai impiannya.
Kini, tak terasa sudah semester empat ia duduk di bangku Akademi Akuntansi YKPN. Dan kiranya dengan doa yang selalu ia lambungkan pada setiap mana waktu yang tepat ia panjatkan, Tuhan yang ia agungkan mendengarkan dan mengabulkan seluruh rangkaian cita-cita menuju pada satu pujian pada nama-Nya yang akbar. Gusti ora sare mas, berjuanglah…Ia akan selalu mendengarkan dan sekaligus mengabulkan segala permintaan anak-anaknya yang sedang membutuhkan cinta dan kasih sayang.
Selamat berjuang…
Dari aku yang dulu pernah kau cintai dalam kisah cinta kita yang tak pernah tuntas.

Rabu, 03 September 2008

YOHANA OH YOHANA

“YOHANA OH YOHANA”
Oleh : Maximus Masa

Curahkanlah hatimu padaku, curahkanlah!Biarlah semua itu kita jalani bersama dengan nyanyian musim dan celoteh burung di tengah padang ilalang. Mari, kita duduk di bawa pohon pinus di atas perbukitan. Kita nikmati indahnya alam dengan hamparan dedaunan. Kita tempatkan harapan pada hembusan angin perbukitan. Di kala kau menyandarkan kepalamu di bahuku, aku merasa ada sebuah getaran lain, getaran perasaan yang selama ini sedang menghuni ruang hati yang selalu mendambakan hati lain yakni hatimu yang dapat menghibur aku di dalam setiap derap langkahku.Aku tahu selama kedekatan kita tiada untaian kata-kata indah. Tiada yang lebih istimewa kecuali nyanyian kerinduan untuk saling bersama ketika kau terpisah dariku.
Angin perbukitan sangat sejuk. Ia membawa selaksa berita tentang permintaan seorang pemuda, Maxi, agar kau mencurahkan hatimu padanya yang adalah pemuda yang mengagungkan cinta namun pada sisi hidup yang lain kemiskinan mendera hingga tatapan mata ini meredup tak berarti lagi.
Yohana, nampaknya kau begitu tenggelam dalam alunan suara Maxi. Suaranya yang lembut mengantarkan kau pada sebuah pemikiran,”Kemiskinan dan kerja keras yang didampingi cinta jauh lebih baik daripada kekayaan tanpa cinta”. Kata-katamu membuatku menerawang di lorong cakrawala yang jauh dan timbul mega-mega yang aneh meskipun rupa dan bentuknya mengagumkan tetapi kata-kata itu menjadikan aku lebih berani mengatakan,”Aku Cinta Padamu”. Untung kau ada bersamaku sehingga kata-kata yang dipancarkan lewat gelombang suara yang kemudian masuk ke gendang telingamu dan kau seolah merasakan ketenangan jiwa yang dilindungi perisai satu nama : Maxi.
Yohana, semenjak kau melontarkan kata-kata itu, setiap malam imajinasiku melambung menyusuri gelap untuk kembali mengenang masa-masa indah, ketika kau sedang berbicara dengan intonasi suara halus, sehingga pikiranku ini bagaikan pelita yang menerangi malam dan kau seperti malaikat pelindung yang mengepakkan sayapnya di dalam kepalaku melindungi aku dengan gambaran cintamu.
Yohana, kau begitu cantik, tubuhmu begitu ideal, seperti perempuan indo jerman. Senyummu yang menawan hati mengembung dalam deretan pipihmu yang lesung. Tak terbayangkan olehku jikalau kau tinggalkan aku. Mungkin tragedi kesepian melanda sehingga tiada lagi waktu yang tersisa. Entah salah entah benar, hatiku ingin selalu bersamamu dan lebih baik tetap berada di dekatmu dan membiarkan bahuku untuk disandar demi membagi kekuatan dalam mendapatkan perlindungan pada hamparan alam di tepi cakrawala.
Dan kini, aku harus menyingkirkan buku dan melarikan diri menuruni lembah perbukitan yang meninggalkan berjuta kenangan dan mengantarmu pulang pada orangtuamu yang selalu berharap agar cinta anaknya bisa disandingkan dengan seorang pemuda yang jujur, setia, hingga ajal yang dapat memisahkan cinta. Cinta mereka anak-anaknya, Yohana & Maxi.

Rabu, 27 Agustus 2008

Siklus-Siklus Cinta

Siklus-Siklus Cinta
Oleh : Maximus Masa

Mungkin engkau masih ingat ketika camping Rohani setahun silam. Pada malam yang dihembusi dinginnya udara lembah gunung Merapi Panitia MISKAM menyalakan api unggun untuk mengawali pelantikan anggota kepengurusan MISKAM yang baru dan sekaligus mengawali perkenalan kita lewat sebaris poisi yang aku persembahkan untukmu di malam itu. Aku membacakan poisi indah, poisi cinta dalam senja yang merekah kejinggaan. “Di tengah senja yang memancarkan sinarnya yang jingga ku angkat kepalaku dan menatap ke ufuk barat, ku temukan kau dalam angan seperti Venus dewi cinta yang menampakkan dirinya membiarkan aku menatap lebih dalam dengan harapan untuk memiliki walau belum tahu apakah semuanya berakhir pada titik hati yang ajaib membawa seberkas sinar cinta nan abadi”. Beni cinta dan kerinduan merekah seperti semerbak mawar yang dilumuri embun di pagi hari, seperti air yang terus mengalir di sungai hati, ku telusuri meskipun terkadang rasa tak percaya hadir sebagai sarana penghias mezbah hati seorang pemuda sepertiku. Bebatuan, kedangkalan, kedalaman nyaris tak hentinya aku telusuri di sepanjang aliran sungai hati dalam mengapai cinta dan beningnya air sungai Wonolelo pelepas dahaga nyanyian cintaku kepadamu.

Harumnya bunga cinta semerbak di seluruh jagad hati ini. Berkembang seiring dengan perputaran sang waktu. Nampaknya keindahan tak akan berhenti pada titik itu. Di tengah sibuknya diklat jurnalistik, kembali ku goreskan sebaris poisi dan kemudian ku mencoba merenungkan makna yang tersembunyi di balik itu. Lalu ku dapati kau berdiri seperti pilar terang yang menerangi alam pikiranku. Kau adalah lilin kecil yang bernyala di altar hati seorang pemuda yang dari hari ke hari melantunkankan litani namamu’ Santa Kehidupan’ yang terpatri atas nama cinta.

Kemarin, ketika ku sedang berada di atas puncak gunung Lawu, aku berdiri menatap indahnya panorama alam di sekitarnya. Tak diduga obor cinta bayangan dirimu mengusikku untuk merenung. Benarkah cinta yang lahir dari ketulusan harus diwarnai dengan selaksa penolakkan, tertawaan dan pandangan sinis dari seorang perempuan yang dicintai? Sebagai seorang pemuda, selayaknya untuk ditolak, ditertawai dan bahkan pandangan sinis. Perjuangan dan kerja keras sebagai bukti keseriusan yang menandai awal dari rasa tanggungjawab untuk memiliki. Memiliki dirimu.

Di atas puncak gunung Lawu pula, kau seolah sedang menemani diriku. Kau berada bersamaku di Lawu dan tengah bercakap-cakap dengan aku tentang cinta. Saat itu aku berkata dengan kata-kata yang lebih sederhana dan dengan bahasa yang lebih agung dan kau nampak seperti mimpi mendengar kata-kataku dalam alunan suara dengan nada penuh harapan. Karena aku tahu bahwa kau penuh pengertian untuk memahami isi dari segala angan yang ku lambungkan kepada dirimu. Di atas puncak gunung Lawu, kehadiran dirimu mengantarkan aku ke suatu tempat pertapaan yang sunyi sehingga terkesan cintaku kepadamu seperti semakin dekat pada tahta Tuhan dalam ujud syukur tanda kerendahan anak manusia di bawah kaki salib gambaran gunung Lawu yang bersanding dengan puncak gunung Kalvari di mana Yesus merangkul semua anak manusia dengan cinta pengorbanan-Nya yang tulus dan jujur.

Dari semua orang, kau lah yang paling dekat dengan jiwaku. Rohmu dan rohku bersatu sehingga kau adalah yang paling dekat di hatiku. Aku mencintai engkau, namun aku tidak tahu mengapa aku harus mencintaimu. Aku tidak mau tahu itu. Sebab sudah cukup bagiku menyandarkan kepala pada bahumu di kala aku dilanda prahara kesedihan, dihempas badai gelombang kesepian, dan keterasingan dalam kesendirian atau aku sedang mengalami bahagia, senyum, tawa dan canda. Sudah cukup bagiku membawamu ke puncak gunung Lawu sekaligus mengatakan: “Kaulah rekanku, kaulah sahabatku, kaulah temanku”.

Karena kebiasaanku menyapa teman perempuan dengan ‘hallo sayang’, teman-teman bilang aku mencintai orang-orang, dan ada yang mencelaku karena mencintai setiap para gadis. Ya, aku mencintai semua para gadis, aku mencintai mereka dengan tulus dan jujur sepenuh hati. Aku mencintai mereka karena mereka adalah para gadis yang perlu dicintai. Akan tetapi setiap hati punya Qiblah sendiri, setiap hati punya satu arah khusus ke mana ia menoleh ketika hanya sendirian. Setiap hati punya seorang petapa ke mana ia mengundurkan diri untuk mencari hiburan dan kenyamanan.

Setiap hati mendamba hati lain, hati yang bisa diajak untuk bersama-sama mereguk madu kehidupan dan menikmati kedamaian, sekaligus melupakan penderitaan hidup. Sekarang sudah satu tahun waktuku belajar. Aku merasa menemuhkan arah ke mana hatiku menoleh. Dan perasaan milikku ini merupakan sebuah kenyataan. Kenyataan yang membuatku bersikap berani untuk memberontak kepada santo Thomas yang merasa ragu akan kebangkitan Yesus dalam wujud keraguan menyatakan cinta kepadamu yaitu “Aku Mencintaimu”.

Pemberontakan Terhadap Adat

PEMBERONTAKKAN ADAT
Oleh : Maximus Masa

Florentina Olivia Deo Datus, nama lengkapku. Aku berasal dari Flores. Aku memiliki tekad yang kuat untuk menempuh studi di propinsi D.I. Yogyakarta. Dalam kehidupan keseharianku aku sering disapa dengan nama Olivia. Berbeda halnya di rumah yang selalu menyebutku dengan Tina. Aku dibesarkan dalam keluarga adat yang sangat kental. Meskipun tidak tercatat tapi adat seperti sebuah doktrin yang sudah melekat erat di hati sanubari masyarakat. Masyarakat adat. Adat yang menjadikan anak gadis bergerak dalam ruang lingkup yang sangat terbatas ; hanya berada dalam pusaran dapur dengan asap yang mengepul. Perempuan hanya sebagai orang rumahan yang perlu ‘dijaga dengan baik’ karena dalam diri perempuan terutama dalam diri anak gadis terkandung aset dan harga diri para orangtua di hadapan keluarga kaum laki-laki hasil perjodohan yang disandingkan oleh mereka walau cinta hanya sebatas adat. Adat Lio, Flores, dan semua adat daerah lain yang ada di NTT sana memandang perempuan dari segi materi, bukan dari cinta suci buah dari anugerah ilahi dalam diri sepasang kekasih, muda dan mudi.

Aku, Olivia, seorang gadis Lio, mempunyai pikiran yang lain. Pikiran yang bersebrangan dengan tuntutan adat. Bagiku adat tetaplah adat dan tidak merubah nasib untuk menjadi lebih baik kecuali lewat pendidikan dan pengetahuan yang dapat mengantarkan setiap orang ke mahligai kehidupan cinta yang sejati. Bukan adat dan harga diri, prestise tapi prestasi. Prestasi dalam menempuh pendidikan setinggi mungkin. Dengan pendidikan yang baik sudah tentu kehidupan keluarga pun dengan sendirinya akan menjadi damai dan sejahtera karena segala keinginan tercapai, cita-cita terwujud, angan terealisasi. Dan kehidupan menjadi bermanfaat manakala ilmu yang dimiliki dapat ditularkan kepada orang lain terutama anak-anak yang membutuhkan ilmu dan pengetahuan. Aku tidak setuju dan dengan keras menolak pandangan dan pendapat para tetua adat yang menganggap perempuan sebagai subyek dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan sikapku yang keras maka kehadiranku menjadi tidak diakui. Ya lebih baik begitu, itulah pikiranku.

Dalam kemelut yang melanda diri, aku, Olivia menumpahkan isi hati pada Romo Eusebius lewat sepucuk surat yang pertama sekaligus yang terakhir karena lewat Romo lah aku menjadi tegar menghadapi berbagai prahara kehidupan ini termasuk niatku yang tulus untuk belajar hingga ke daerah Istimewa Yogyakarta yang akhirnya harus kandas di tengah jalan. Kandas karena adat yang mengaluti pikiran dan hati orangtua yang telah memutuskan keputusan yang salah yang menyandingkan aku dengan laki-laki jeri lelah usaha mereka tanpa bertanya apakah kami saling mencinta atau tidak. Inilah surat yang ku kirim kepada Romo Eusebius :
Romo Eusebius yang saya hormati,

Salam hangat ku ucapkan untuk Romo, karena sudah sekian tahun Romo telah membentuk aku, Olivia, menjadi tegar dalam menghadapi berbagai tantangan hidup ini meskipun kini aku tak sanggup lagi menanggungnya. Mungkin Romo bertanya-tanya mengapa aku menulis surat ini buat Romo dan harus kepada Romo. Tentu saja aku mempunyai alasan yang masuk akal yaitu merubah adat dari yang kaku menjadi lebih fleksibel yang sesuai dengan tuntutan jaman kini.
Romo yang dicintai Tuhan, karena adat, sekali lagi karena adat eksistensiku di tengah segenap keluarga menjadi asing. Adat oleh keluarga menjadi alat prioritas utama untuk menjadikan aku sebagai seorang perempuan yang kuper dan kolot. Yang harus selalu menuruti apa kemauan dan keinginan mereka. Aku tak mau demikian Romo. Romo, aku goreskan surat ini dengan guyuran air mata, ku harap Romo bisa mengerti dengan penderitaan yang sedang ku alami ini. Saat ini Romo, aku ingin menghabiskan hidup ini dengan caraku sendiri karena aku tak sanggup lagi menerima berbagai terpaan masalah yang kian memuncak. Pasti Romo tidak setuju dengan keputusanku tapi apa hendak dikata meskipun Romo telah mengajari ku dengan segudang kebaikkan, ketulusan dan keikhlasan kini aku tidak berdaya lagi. Aku lemah. Perjuangan dan tekadku yang membara harus terhenti di sini, di ujung maut ini.

Romo, sebentar lagi segenap anggota keluarga akan berpesta pora merayakan keberhasilan mereka yang telah menyerahkan aku kepada seorang asing yang tidak aku kenal, laki-laki hasil perjodoan mereka. Mereka minum moke, makan daging, berbicara dengan intonasi adat yang kaku, senyum mengembang tanda kepuasan hati yang telah mengangkat prestise mereka ke atas sanjungan masyarakat dengan pujian yang bagiku sangat menggelihkan. Bagiku Romo, sungguh, ini adalah kekejaman terstruktural yang berwujud adat yang menutupi segala kerakusan dan kepongahan tetua adat dalam menerapkan adat pada tempat dan waktu yang salah. Sampai aku tidak mengerti lagi tentang pemikiran mereka karena sejak awal penolakkan terus aku canangkan. Betapa berat langkah hidup ini. Ingin meraih cita, mengejar angan dan menggapai impian seperti para gadis lain tidak dapat terwujud lantaran ada perintah yang tak terbantahkan dari keluarga agar aku harus segera menikah dengan laki-laki yang dijodohkan oleh mereka. Berat sekali langkah ini! Apakah Romo mempunyai jalan keluar untuk mengeluarkan aku dari kabut awan yang pekat ini sebelum aku mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidup di ujung maut ini?

Segenap anggota keluarga besar telah berkumpul di rumah tua warisan nenek moyang mereka dan membicarakan besarnya belis yang harus diterima seperti emas, kuda, kerbau, sapi, babi, kain, padi, beras dan uang. Rasa kuatirku semakin menjadi-jadi, kengerian yang luar biasa aku rasakan, suasana sangat mencekam membayangkan penderitaan baru yang kian dekat yang akan hinggap di pelupuk mata dan hati yang dilumuri kegelisahan ini. Romo, maafkan aku atas segala kesalahanku. Tak ada lagi jalan lain yang dapat aku tempuh kecuali mati bunuh diri sebagai puncak rasa ketidakberdayaanku sebagai seorang manusia lemah dan rapuh. Maafkan aku Romo! Semoga Tuhan selalu mengampuni aku lewat pengakuan dosa di hadapan Romo bahwa aku mati bunuh diri demi terhindar dari adat buah kerakusan segenap masyarakat yang memandang rendah kaum perempuan yang ditakdirkan dalam diri seorang Olivia.

Berkali-kali HP ku berdering dan nyaris tanpa henti. Berkali-kali itu pula mereka memintaku untuk segera pulang ke rumah, neraka baru dalam lingkaran hidupku. Aku hanya pasrah dan memberontak pada Santo Thomas atas keraguan jarinya dalam menjamah jubah Yesus yang digambarkan dalam drama tragedi kematian bunuh diri. Romo, surat ini adalah yang pertama sekaligus yang terakhir ku tuliskan untuk Romo. Terima kasih atas jasa-jasanya yang telah Romo berikan kepadaku. Tiada kata yang lebih berharga dan lebih indah kecuali ucapan terima kasih lah sebagai jalan terakhir karena memang yang terakhir ku sapa Romo karena sebentar lagi Romo akan mendengar berita kematian seorang perempuan muda yang cantik, Olivia. Kematian dengan jalan ini Romo, akan jauh lebih mengenang. Karena menjadi bahan perbincangan berbagai kalangan dari kelas atas hingga masyarakat adat.

Romo, ku harap Romo dapat menyampaikan salam awal sekaligus akhir dari seluruh rangkaian drama kehidupan ini kepada sanak familiku terutam orangtua tercinta. Bapak dan mama maafkan Tina karena atas kekerasa hati Tina membuat bapak dan mama menderita lahir dan batin. Maafkan Tina. Dan melalui Romo berkat pengampunan mengalir kepadaku dengan sinar ilahinya. Aku harus berakhir di sini sebagai jawaban dari ketidakberdayaanku sebagai seorang anak di hadapan orangtua hingga berujung pada pemberontakan dan mati bunuh diri. Selamat tinggal bapak, mama, kakak, adik dan Romo Eusebius. Doakan aku agar berjalan ke surga tidak tersendat jatuh dalam lembah neraka yang menakutkan. Selamat tinggal…



Selasa, 22 April 2008

Cinta dan Benci

Antara Cinta dan Benci

Oleh : Maximus Masa

Aku dan Maria adalah dua insan yang saling bersahabat. Dan persahabatan kami ternyata direstui oleh Tuhan dalam sebuah pertemuan di lorong areal perusahaan tempat kami mengais nasib dan menopang rejeki. Pada medio tak bertanggal milik Nepember, Aku sengaja mengajaknya untuk berjalan-jalan ke pantai yang indah dengan bentangan pasir putih yang sangat menakjubkan. Pemandangan yang membuat kami jatuh dalam angan-angan yang sulit untuk dilukiskan. Dengan dihiasi karang yang sangat menarik minat orang untuk melakukan petualangan laut, kami duduk di atasnya dan memandang ke lautan lepas diiringi irama gelombang, kami diam tanpa suara. Kami masing-masing seperti asyik mempermainkan imajinasi kami pada sesuatu yang jauh tak terjangkau. Kami benar-benar tenggelam dalam kesendirian antara dua insan yang duduk berdampingan. Bahasa bukanlah faktor satu-satunya menjadi alat pemersatu tapi keheningan mengantarkan kami untuk berpikir bagaimana seandainya kami saling menjalin hubungan yang lain yang lebih menjamin pada proses masa depan yaitu hidup yang penuh dengan warna cinta dan pengorbanan.

Tiba-tiba dorongan jiwa tak sanggup Maria tahankan. Keheningan buyar dihempas oleh suara getar Maria untuk menyatakan “Maxi aku cinta kepadamu”. Aku pun seperti gayung bersambut menjawab dengan nada penuh perasaan “ Memang hatiku layak kamu cintai”.

Kami pun kembali terdiam. Hempasan gelombang terus melumatkan karang yang ada di sekitar kami. Maria seperti rasa tidak puas dengan jawabanku. Maria kembali melontarkan pertanyaan seolah-olah ingin mencari kepastian dariku,”Maxi apakah kau juga cinta kepadaku”? Aku menjawab hanya dengan tatapanku ke wajahnya yang polos karena tidak dibalut oleh bedak atau pun bahan kosmetik lainnya. Aku tidak bisa menjawab dengan segera sebab tenggorokkan terasa sesak karena kebimbangan, keraguan dan cinta seperti saling berlomba untuk merebut hati seorang pemuda, Maxi, karena pada saat yang bersamaan berada antara dua pilihan yang sulit, di mana yang satu menarikku untuk menolak tapi yang lain timbul dengan melodi cinta dan kerinduan untuk ingin segera memiliki Maria, gadis yang ada disampingku.

Seiring dengan deru gelombang yang terus mampir ke pantai pasir putih dan karang dan kemudian kembali ke lautan lepas Maria merasa kesal dengan caraku yang demikian. Ia pun mengatakan “Aku benci kepadamu”. Jawabku tanpa basa basi “Kalau begitu hatiku pun layak kamu benci”.

Akhirnya Maria mengajakku pulang. Dua insan yang disatukan oleh Tuhan lewat persahabatan dan berakhir dengan cinta dalam nada keputusasaan. Dan aku tetap mencintainya walau kini kami berpisah.

Jogja, 12 April 2008

Kamis, 10 April 2008

Surat Cintaku

PENDUSTAKAH AKU?

( Oleh : Maximus Masa )

Dalam rentang waktu yang relatif cukup boleh dikatakan lama, tiga setengah tahun, dalam membina hubungan cintaku dengan seorang gadis yang bernama Maria, banyak hal yang aku dapati baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Pengalaman ini yang membuatku bertanya dengan pertanyaan klasik yang tak kunjung selesai “Pendustakah Aku”? Ingin hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai. Kira-kira itulah yang aku alami dalam membangun hubungan yang lebih dekat dengan Maria.
Meskipun dari hari ke hari aku terus memberi keyakinan padanya tetapi Maria tak pernah mengerti dengan apa yang aku katakan. Maria tetap melihatku sebagai seorang yang keras pada pendirian dan kasar dalam tindakan. Ya, memang demikianlah penilaiannya terhadap diriku. Aku hanya berjuang dan berusaha agar ia sadar dengan penilaian yang aku anggap belum tentu benar. Usahaku adalah berbuat dan bertingkah laku baik, baik dengan dirinya maupun dengan orang-orang yang ada di sekelilingku. Sebab perbuatan baik dapat mengalahkan anggapan negatif yang datang menghancurkan hubunganku dengan dirinya.
Aku merasa tidak putus asa dan aku mencoba menggoreskan sepucuk surat untuknya semoga ia sadar terhadap tekadku yang membara dalam mengejar bening cinta suci yang selama tiga setengah tahun silam bersemi. Inilah surat yang aku goreskan untuknya :

Medio, Mei 2007
Maria adikku,
Diamku akhir-akhir ini bukan karena apa-apa kecuali diamnya seseorang yang bingung dan tak bisa memecahkan teka teki, karena aku sering berada di antara kebingungan dan teka teki itu, ingin membangun kembali jalinan cinta kita ternyata, Maria, engkau menolak bagaikan suara gemuruh ombak yang meluluhlantahkan rongga jiwa yang gamang ini. Itulah suaramu, Maria, meskipun lembut seperti sutra, bening seperti kristal embun pagi tapi suara itu seperti mata tombak yang menusuk langsung ke dalam jantung sumber harapan untuk memiliki dirimu terpatri.
Saat ini aku tak bisa berbuat sesuatu kecuali memikirkan dirimu yang cantik, ayu dengan dihiasi senyum yang lepas dari bibirmu yang mungil. Maria, andaikan hari-hari yang telah kita lewati dalam waktu yang relatif singkat itu terulang lagi kini, mungkin di antara kita bisa saling memahami dan mengerti tentang watak dan karakter yang kita miliki dan mencoba untuk mengayunkan langkah secara bersama hingga di ujung batas dermaga ajal yang akan memisahkan kita. Tapi waktu yang indah itu tidak dapat mendekati kita lagi. Ia berlayar menjauh dari dekapan kita hingga di ambang batas penglihatan kita.
Kini tinggallah hatiku yang selalu mencintaimu. Hati ini ibarat seperti sumber air yang terus mengalirkan cinta. Hati yang tulus melahirkan harapan dan kekuatan kepada siapa aku mempersembahkan cintaku. Kepada engkau, Maria yang aku cintai, kepada teman-teman dan kepada semuanya aku mempersembahkan cintaku.
Tanggal 14 Mei 2007, ketika ku mencoba untuk mengajakmu untuk berlayar bersama dalam satu perahu kehidupan yang sama, engkau, Maria, Menolak dengan suara gumam yang masih tersimpan harapan. Harapan akan kehadiran seorang pemuda dalam mengisi kekosongan jiwa, memenuhi kerinduan dan kasih sayang dan perhatian yang tulus serta sebagai tempat hati itu bersandar. Dari raut wajah yang penuh iba tersimpan satu rahasia senyuman, di mana perpaduan antara rasa kecewa dan putus asa menjadi satu tanda di mana hati ini tercabik oleh sebilah kata tajam yang tertoreh di dalam dada. Itu aku telah mengerti! Dari tatapan matamu, mengalir satu perasaan yang sulit untuk ku lukiskan. Perasaan kecewa sekaligus harapan di saat mana keterpautan dua hati menjadi satu belum terwujud lantaran dililiti oleh egoisme dan amarah.
Maria, percayalah! Kebingungan yang dialami oleh seorang pemuda adalah pengorbanan dalam meraih cita, mengejar angan dan menggapai impian. Yang di dalamnya adalah salah satu bagian dari ikatan batin yang kuat dari sepasang kekasih yang cintanya telah terkoyak oleh gemuruh badai lautan egoisme dan amarah. Dan cintaku kepadamu akan terus mengalir walaupun di kesempatan yang lain engkau, Maria, mengatakan bahwa aku sakit jiwa.
Lautan kehidupan terasa sangat luas membentang. Aku kira dalam pelayaranmu saat ini, Maria, engkau sudah bahagia karena engkau berlayar bersama dengan seorang sahabat, Yomi, yang dapat memahami dan mengerti di kala engkau di landa gelombang lautan masalah yang mahadasyat. Dan aku yakin engkau, Maria, akan lebih berbahagia jika dalam pelayaranmu ditemani oleh seorang pemuda yang akan hidup bersamamu dalam untung dan malang, suka dan duka, susah dan senang di saat pelayaran itu masih terus berlayar. Pemuda itu adalah aku, Maxi, Maria. Aku yang akan mengisi kekosongan jiwamu dengan kasih sayang dan perhatian yang lembut yang telah diikat oleh sebuah ucapan “aku akan menikahimu” di malam Jumat yang larut, 2005 Desember yang silam di bawa jemuran yang menghiasi isi dari pokok pembicaraan kita.
Maria percayalah! Seorang pemuda sepertiku tak akan mengkianati suara hatinya dalam menyatakan cinta dan kasih sayang kepada seorang gadis yang kelak akan menjadi istri yang dicintai terlepas dari kepahitan yang melingkari hati yang risau ini.
Saat ini aku berkata dengan suara terbata-bata, Maria, agar engkau tidak takut menyandarkan hatimu padaku yang adalah seorang pemuda yang selalu ingat akan masa-masa indah sekaligus getir yang pernah dilintasi dalam jangka waktu tiga setengah tahun silam. Ada semacam getaran jiwaku yang masih menghiasi bingkai hatimu, dan yang dapat aku rasakan lewat pandangan matamu yang bening. Maria, kau selalu berada dalam hati dan pikiranku sejak awal di mana perpisahan yang memecahkan tekad perpaduan cinta kita. Dua puluh tiga Januari 2006 menjadi awal sekaligus akhir dari seluruh rangkaian drama kedekatan kita.
Tapi, ternyata Maria, meskipun kejauhan telah memagari badan kita dengan hari-hari yang mendung dan malam-malam yang larut namun tidak dengan hati kita. Hati kita, Maria, biar jauh dipisahkan oleh bukit, gunung dan lautan lepas, kita tetap dekat dan saling mendekap walaupun itu hanya sekilas terlintas dalam pikiran karena pikiran itu berasal dari hati yang selalu berusaha menghadirkan sosok kau dan aku, yaitu kau dalam aku dan aku dalam kau dalam ruang hati yang tulus ini.
Kini, Maria, aku telah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk memikirkan dirimu ( senyummu, rambutmu, dahimu, tanganmu yang halus, matamu yang bening ), bicara kepadamu, mencoba menelusuri kembali kisah kasih yang pernah terungkap dan sekaligus menyingkap segala penyebab mengapa kau dan aku harus bertemu dengan perasaan bahagia dan berkhir dengan hati yang piluh dan luka. Karena cintaku yang tulus dan jauh dari rasa dendam dan sakit hati, aku selalu merasakan kehadiran bayangan dirimu dalam bilik hati yang lapang ini, mengkritikku apabila berbicara mengulangi persoalan yang sama, bercakap-cakap sambil menatap dan berdebat denganku, menyatakan pendapat tentang apa yang ku lakukan walaupun akhirnya harus mengambil sikap diam lantaran karena adanya usaha untuk menang sendiri.
Ah, Maria, itu hanyalah sekedar basa basi dalam melepaskan keraguan dan kebimbangan yang menggerogoti jiwa kita. Inti yang paling mendasar adalah cintaku kepadamu. Cintaku bukanlah sehelai benang yang tidak membentuk ikatan yang dirajut oleh hari-hari dan malam-malam, mengukur waktu dan menyelingi jarak yang memisahkan kita. Meskipun kita jauh tapi senantiasa sebenarnya kita dekat, yang tidak dipagari oleh mendungnya hari dan larutnya malam. Kita, Maria, tetap diikat oleh cinta yang tulus. Dan ikatan cinta semacam ini, Maria, ada mimpi-mimpi yang lebih indah yang kaya akan impian, impian supaya kita kembali memadu kasih hingga ajal memisahkan kita.
Maria adikku, sekarang meskipun hati bergelora untuk memilikimu, tapi aku memilih diam sampai kabut menghilang, pintu gerbang waktu terbuka lebar dan keluar dari bayang-bayang kebingungan dan hingga engkau, Maria, membuka hati untukku semayamkan nyanyian kerinduan dan cintaku yang selama ini bersemi.
Tuhan melindungimu selalu.

Salam


Maximus

Sebagai seorang laki-laki yang bertanggungjawab aku terus mencoba menerobos tembok anggapan yang sudah kokoh dalam hati seorang perempuan yang dicintai. Aku mau menunjukan bahwa aku bukanlah seorang pengecut. Aku adalah laki-laki yang punya rasa dan rasio dalam menciptakan hubungan cinta yang lebih mesra terlepas dari anggapan negatif yang beredar.
Wahai, kaum sebangsaku jangan kamu sakiti perempuan dambaan hatimu sebab dialah gambaran sang ilahi yang akan bersamamu dalam menyusuri lorong kehidupan yang nyaris seperti rimba raya yang tak berbatas ini. Cintailah dia dengan sepenuh hatimu. Perempuan dilahirkan sebagai partner kita dan bukan obyek kepuasan kita. Aku bukanlah pendusta tapi aku adalah laki-laki yang sungguh mencintai perempuan terlebih yang sudah terpatri dalam hati yang tulus ini.







Senin, 07 April 2008

Puisi Untuk Saudaraku di NTT

PUISI UNTUK SAUDARAKU DI NTT
( Oleh : Maximus Masa )

Dengan dahi merah mengkilat
oleh pancaran rembulan
Adikku lelaki
nampak memikul beban berat

Tiba-tiba langkahku terhenti,
Ku mengulurkan tanganku
menggenggam tangannya
Lalu ku Tanya” Mau jadi apakah kau setelah dewasa”?
Aku mau menjadi manusia, jawabnya tegas.
Dalam nada polos dan tulus setulus hatinya

Perlahan ku lepaskan genggamanku
Nampak tatapan matanya penuh harap dalam kecemasan yang mengaluti jiwa
Kutunduk membisu seakan ingin bertanya pada bumi
Dan ketika kutatap lagi adikku
Ternyata wajahnya telah pucat
Karena busung lapar telah menempatkan jiwanya di ujung maut.
Adikku telah tiada…

Minggu, 30 Maret 2008

Tragedi Nusa Tenggara Timur

TRAGEDI NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh : Maximus Masa

Rentetan peristiwa terus mendera propinsi NTT. Bencana demi bencana terus datang sili berganti seakan tak ada habisnya. Peristiwa tanah longsor yang melanda kabupaten Ruteng yang menewaskan puluhan orang, onggokkan mayat dan derita luka ratusan warga kabupaten Ende akibat banjir bandang sampai penyakit gila anjing ( rabies ) yang menyerang kabupaten Sika dan Flores Timur menjadi topik hangat untuk diliput oleh pers baik domestik maupun mancanegara. Semuanya soal derita rana NTT yang tak pernah usai. Sapuan air mata belum kering benar ternyata datang lagi bencana kemanusiaan lain yang sangat gencar yakni penyakit busung lapar yang sempat menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat yang dililiti ekonomi lemah. Derita NTT, judul yang diliput oleh wartawan Flores Pos menggenapkan aliran berita bahwa NTT saat ini sedang berada dalam jurang bencana baik bencana alam maupun bencana penyakit. Dari tahun 1998 penyakit gila anjing atau rabies adalah penyakit yang terserang melalui anjing gila. Berita memang kurang terlalu gencar karena pada saat yang bersamaan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia memperjuangkan reformasi yang sampai kini hasilnya yang masih jauh dari harapan. Penyakit rabies dilewatkan dari berita. Akan tetapi meskipun Indonesia sedang memperjuangkan reformasi namun para pemerhati masalah sosial tetap dengan setia meliputi berita itu dan berusaha menempatkan pada posisi yang sama dengan perjuangan mahasiswa tentang reformasi. Tahun 2002 gunung hegong di Maumere, kabupaten Sika meletus dan menyebabkan masyarakat yang bermukim di lembah gunung itu mengungsi. Gunung itu seakan tidak mau kala dengan amukkan gunung Pinatibo yang ada di Filipina. Letusannya membuat masyarakat derita. Betapa tidak laharnya yang panas sebagian menyapu bersih pemukiman penduduk walau sebelumnya telah diantisipasi. Akibatnya ratusan warga kehilangan tempat tinggal dan material lain yang menjadi pegangan hidup mereka. Tahun 2005, awal dari penyakit baru yang namanya busung lapar menyapu NTT. Penyakit ini adalah yang paling para karena menyerang bayi dan anak-anak usia balita di antara 1-3 tahun dan tidak tertutup kemungkinan untuk menyerang orang dewasa yang kekurangan pasokkan protein dalam tubuhnya.

Dari sini timbul berbagai pertanyaan yang bersifat analisis; Apa itu busung lapar? Apa penyebabnya? Jenis macam apa penyakit busung lapar itu? Bagaimana cara penanganannya agar penyakit yang membawa maut ini tidak tersebar ke seluruh pelosok desa yang ada di sana?

Busung lapar atau biasa disebut dengan “Kwashiorkor”, pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Cecilie Williams pada tahun 1933 sewaktu ia berada di Gold Coast, Afrika. Saat itu, Dr Cecilie banyak menemui anak-anak yang menderita penyakit kwashiorkor atau busung lapar. Istilah kwashiorkor sendiri berasal dari bahasa setempat yang berarti “penyakit anak pertama yang timbul ketika anak ke dua muncul”. Maknanya dari kata-kata ini intinya adalah menggambarkan pada suatu penyakit yang timbul pada anak pertama akibat anak tersebut ditelantarkan oleh orangtua akibat adanya adik yang baru lahir. Kwashiorkor adalah salah satu bentuk dari gangguan gizi yang dikenal sebagai Kurang Energi dan Protein ( KEP ), dengan berat badan kurang dari 60% disertai bengkak ditungkai kaki. Ada juga yang mendefinisikan bahwa kwashiorkor adalah suatu sindrom yang diakibatkan defisiensi protein yang berat. Defisiensi ini sangat para, meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi kebutuhan.

Seperti yang disebutkan di atas bahwa kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan. Pada umumnya kandungan karbohidrat tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah. Gajala awal KEP dimulai dengan anak yang tidak mengalami pertambahan tinggi maupun berat badan. Anak terlihat sembab, lesuh, gelisah, cengeng, dan pada tahap yang lebih berat akan terlihat tak peduli ( apatis ) bahkan tak sadarkan diri ( koma ). Pertumbuhan anak akan terhambat karena terdapat bengkak pada seluruh tubuh sehingga sering sekali penurunan berat badan; dengan menekan pada tungkai karena kulit yang ditekan tidak segera kembali.

Jika anak-anak mengalami kurang energi dan protein, akan mudah terserang infeksi seperti diare, ISPA ( infeksi saluran pernapasan atas ), TBC, polio,cacingan dan lain-lain.

Apabila keadaan menjadi lebih buruk, anak yang mengalami kekurangan energi dan protein sekaligus akan menjadi kurus kering. Gejala kurus kering demikian disebut sebagai marasmus. Istilah marasmus berasal dari bahasa Yunani, yang berarti kurus kering. Sebaliknya, walau asupan protein sangat kurang, tetapi si anak menerima asupan hidrat arang / karbohidrat maka yang terjadi adalah kwashiorkor. Untuk jelasnya, anak yang menderita kwashiorkor akan mengalami edema ( penumpukkan cairan di jaringan bawah kulit; umumnya di ujung-ujung tungkai bawah ) dan adanya akumulasi cairan di rongga usus. Bagian tubuh yang menderita edema akan menjadi bengkak, bagian tersebut bila dipencet memberikan suatu cekungan. Terjadi pula penimbunan cairan di rongga perut yang menyebabkan perut si anak menjadi busung ( oleh karenanya disebut busung lapar ). Apabila keadaan menjadi lebih berat, kulit menjadi kusam dan mudah terkelupas, otot-otot terlihat mengecil, rambut terlihat pirang pucat dan mudah dicabut tanpa rasa sakit. Selain itu kurang darah, gangguan pada fungsi hati, kelenjar ludah perut dan usus pada pemeriksaan laboratorium.

Ciri-ciri lain penderita kwashiorkor adalah hambatan pertumbuhan, perubahan pada pigmen rambut dan kulit, edema, dan perubahan patologi pada hati. Hal ini terlihat pada infiltrasi lemak, nekrosis, dan fibrosis. Temuan lain adalah gangguan saluran pencernaan.

Anak-anak yang mengalami hal ini biasanya kehilangan nafsu makan, rewel, diare, dan sikap apatis. Dan biasanya pula mereka mengalami infeksi lambung. Wajahnya bengkak. Pada orang dewasa, keadaan ini bisa terjadi, dan yang terparah adalah busung lapar. Kwashiorkor dianggap ada hubungan dengan marasmus. Ini adalah satu kondisi terjadi defisiensi, baik kalori, maupun protein.

Gejala klinis Balita KEP berat / Gizi buruk :

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat / gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur atau melihat berat badan bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat / gizi buruk tipe kwashiorkor.


a. Kwashiorkor


  • Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki ( dorsum pedis)

  • Wajah membulat dan sembab

  • Pandangan mata sayu

  • Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit atau rontok

  • Perubahan status mental, apatis, dan rewel

  • Pembesaran hati

  • Otot mengecil ( hipotrofi ), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk

  • Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas ( crazy pavement dermatosis )

  • Sering disertai : penyakit infeksi, anemia, diare.


b. Marasmus


  • Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit

  • Wajah seperti orangtua

  • Cengeng, rewel

  • Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant / pakai celana longgar)

  • Perut cekung

  • Sering disertai : penyakit infeksi ( umumnya kronis berulang )

  • Diare kronis atau konstipasi / susah buang air


c. Marasmik-Kwashiorkor


  • Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60%>

Semua yang dipaparkan adalah gejala- gejalanya yang timbul dan yang biasa diderita oleh si penderita.

Penyakit busung lapar melanda NTT bukanlah tanpa sebab. Banyak yang menjadi indikasi penyebabnya diantaranya :

Menurut penelitian Institut for Ecosoc Right menyimpulkan secara umum untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, busung lapar dan gizi buruk terjadi berakar pada persoalan strutktural yakni kelemahan rumah tangga, komunitas dan kebijakan publik. Menurut Ketua Institute for Ecosoc Right, Sri Palupi, busung lapar dan gizi buruk pada prinsipnya lahir dari beragam faktor, bukan hanya karena kemiskinan sebab miskin tidak harus busung lapar.

Institute for Ecosoc Right merupakan sebuah lembaga riset dan pendidikan untuk hak ekonomi, sosial dan budaya yang berbasis di Jakarta. Lembaga ini telah mengkaji masalah gizi buruk dan busung lapar yang mencuat di wilayah NTT. Riset tahun pertama pada tahun 2006 berlangsung di empat kabupaten yakni Sumba Barat, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan dan kota Kupang. Riset itu berkaitan dengan berbagai hal yang menjadi penyebab kasus busung lapar dan gizi buruk yang terus dialami masyarakat NTT sepanjang tahun dan sistem penanggulangan yang memungkinkan ditempuh pemerintah, khususnya di empat kabupaten sampel. Palupi mengatakan, penyebab busung lapar dari aspek rumah tangga antara lain dipicu oleh kondisi ekonomi, asupan gizi pada anak yang tidak sesuai standar gizi dan tingkat pengetahuan serta kesadaran orangtua yang rendah. Pada tingkat komunitas masyarakat, lebih disebabkan oleh pergeseran nilai-nilai adat dan praktek hidup yang selalu mengedepankan kebersamaan. Pergeseran itu dapat dilihat dari rendahnya kebutuhan berorganisasi dalam kehidupan bermasyarakat serta kecenderungan masyarakat untuk menghindari seseorang yang terkena gizi buruk dan busung lapar.

Penyebab busung lapar dan gizi buruk pada level kebijakan publik merupakan aspek yang dianggap paling menarik karena beragam bencana disikapi dengan politik bantuan sesuai dengan karakter alam dan tipikal masyarakat NTT. Politik bantuan itu justru melemahkan kapasitas komunitas dalam pengelolaan bencana ( termasuk busung lapar dan gizi buruk ) yang berujung pada sikap ketergantungan. Ada juga pemahaman yang keliru yang menempatkan kasus busung lapar sebagai masalah kesehatan sehingga model penanggulangan bersifat kuratif, karitatif, emergency dan bersifat jangka pendek sehingga hasilnya pun tidak optimal. Peneliti Institute for Ecosoc Right, juga menyimpulkan bahwa upaya yang telah dilakukan lembaga non pemerintahan baik skala internasional,nasional dan lokal dalam penanggulangan bencana yang tidak mengutamakan aspek koordinasi juga tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Bahkan, timbul kesan persoalan yang sama pada lokasi yang sama ditangani lebih dari satu lembaga non pemerintahan sehingga dana yang dikucurkan relatif besar namun hasilnya tidak optimal dan hanya menciptakan ketergantungan pada bantuan.

Untuk mengatasi berbagai persoalan itu diperlukan adanya pemahaman masalah yang substansial, perluasan partisipasi perempuan dan semua elemen yang ada di dalamnya.

Menurut versi dari pemerintah terjadinya busung lapar ( kwashiorkor ) lebih disebabkan pola konsumsi warga yang kurang memperhatikan keseimbangan gizi, sanitasi lingkungan yang buruk serta kurangnya pemahaman warga tentang kesehatan.

Menurut bapak Stefanus, salah seorang dari petugas kesehatan propinsi NTT, busung lapar disebabkan oleh dua faktor yakni : pertama, anak tidak mendapatkan makanan bergizi dan penderita telah mengidap jenis penyakit lain yang menyebabkan kekebalan tubuh lemah, kedua, minimnya pendapatan masyarakat sehingga tidak mampu membeli makanan bergizi bagi balita dan anak-anak. Dan faktor lainnya adalah lingkungan yang kurang sehat sehingga akan dengan mudah tersebar busung lapar.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh dr. Harun Riyanto, bahwa penyebab busung lapar sangat kompleks, multi faktor dan bukan hanya masalah kesehatan saja, namun penyebabnya juga dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, ekonomi dan berbagai sebab lainnya yang tidak jauh berbeda dengan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas.

Menurut Siswono, kurang maksimalnya peran posyandu akibat penerapan otonomi daerah. Dan diperkuat lagi dengan pendapat menteri kesehatan bahwa sejak lima tahun terakhir, ketika desentralisasi diterapkan, pos yang paling banyak dipotong adalah posyandu dan penanganan kesehatan secara sistimatik di Indonesia. Sehingga tidak heran ketika muncul kasus busung lapar atau gizi buruk, karena memang pemerintah pusat sama sekali tidak mendapat laporan dari daerah sehingga penanganan tidak dilakukan secara cepat.

Daerah-daerah yang rawan terserang busung lapar adalah Flores Timur, sedangkan penderita marasmus tersebar di wilayah kabupaten Timor Tengah Utara ( 2 orang ), Timor Tengah Selatan ( 9 orang ), kota Kupang ( 8 orang ), kabupaten Kupang ( 7 orang ), Alor ( 2 orang ), Lembata dan Manggarai masing-masing 2 orang. Jumlah angka para penderita di atas adalah yang dapat terdeteksi dan bisa saja masih banyak korban lain yang tidak terdeteksi mengingat wilayah NTT adalah wilayah yang secara geografis sangat tidak mendukung untuk dijangkau. Artinya banyak daerah pelosok desa yang sangat sulit untuk ditempuh baik melalui kendaraan roda dua maupun roda empat. Daerahnya sangat terisolasi dari daerah lain sehingga transportasi, komunikasi dan informasi terputus total. Dan juga daerah seperti Ende, Bajawa, Maumere, Waikabubak, atau Waingapu bukan berarti tidak ada indikasi busung lapar dan gizi buruk. Daerah-daerah ini juga tergolong sangat rawan karena tandus, gersang sehingga pada musim kemarau sering dilanda kekeringan yang menyebabkan kekurangan bahan makanan untuk dikonsumsi apalagi makanan bergizi. Kekurangan bahan makanan ini juga menjadi sebab timbulnya marasmus dan busung lapar walaupun pemerintah daerah sendiri membantah karena telah menyalurkan pasokan pangan melalui Bulog sebanyak 9000 ton.

Berdasarkan data hasil survei dari Care International Indonesia ( CII ), di wilayah Timor Tengah Utara terdapat 400 anak di antaranya kurang gizi dan berpotensi busung lapar. Di kabupaten Alor terdapat 400 anak dilaporkan mengalami gizi buruk. Dari jumlah tersebut, 10-15 persen di antaranya sudah mengarah pada gangguan gizi kronis. Kondisi yang sama juga terjadi di daerah lain di wilayah NTT. Berbagai pendapat mencuat sebagai reaksi atas penyakit busung lapar dan gizi buruk ini. Dan masing-masing pendapat mempunyai tujuan yakni bagaimana mencari jalan untuk mencegah dan mengobati para penderita.

Langkah-langkah yang perlu diambil dalam penanggulangan masalah ini perlu dilihat dari dua sisi yaitu jangka pendek dan jangkah panjang. Untuk jangka pendek lebih terfokus pada pengobatan yaitu pertama, melakukan koordinasi secara tepat agar proses penanganannya dapat berjalan dengan baik. Proses pengkoordinasian ini perlu melibatkan berbagai elemen yang mempunyai tujuan baik yakni membantu para penderita agar bisa sembuh dari penyakit yang sedang diderita. Kedua, Menyalurkan bahan makanan tambahan berupa susu, kacang hijau pada setiap daerah. Bantuan sembako untuk daerah yang kekurangan bahan makanan. Ketiga, menyalurkan obat-obatan ke semua daerah baik yang sudah dilanda maupun yang belum sehingga dapat mencegah penyebarannya. Keempat, tingkatkan pelayanan kesehatan lewat pelayanan posyandu, puskesmas. Kelima, menambah tenaga medis seperti dokter dan para perawat. Dengan memenuhi kelima langkah ini akan semakin cepat untuk diatasi. Untuk jangka panjang yakni : Pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat lewat penyuluhan dan pembinaan tentang peran penting kesehatan bagi kehidupan, mensosialisasikan tentang keberadaan posyandu dan puskesmas bahwa kehadirannya dapat membantu mengobati penyakit dengan biaya yang mudah terjangkau atau ada program pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat ekonomi lemah, biasakan gaya hidup sehat dengan mencuci tangan sebelum makan, membersihkan lingkungan baik di sekitar lingkungan rumah maupun lingkungan di dalam rumah. Kedua, menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesehatan dengan meningkatkan pendidikan bagi anak-anak mereka sehingga dengan pendidikan yang memadai maka tingkat kesadaran masyarakat pun semakin tinggi, pengetahuannya makin luas, informasinya pun dapat diakses dengan mudah. Ketiga, memberikan kepelatihan / kursus latihan kerja kepada masyarakat agar dapat memiliki ketrampilan yang baik dalam mengerjakan aktivitasnya dalam usaha untuk bertanggungjawab terhadap diri dan keluarga secara keseluruhan. Dengan adanya ketrampilan yang dimiliki maka hasil dari pekerjaan yang diperoleh pun diharapkan akan menjadi lebih baik. Ini adalah salah satu cara meningkatkan pendapatan dalam rumah tangga, dengan pendapatan yang memadai maka tingkat ekonomi masyarakat pun kian semakin baik yang bisa mengarah ke keluarga yang sejahtera. Itulah yang menjadi harapan pada saat sekarang dan yang akan datang.

Dengan berbagai persoalan yang meliliti kehidupan warga NTT, kiranya warga NTT semakin sadar tentang betapa pentingnya kesehatan. Belajar dari kasus-kasus yang telah terjadi dari gejala, penyebab dan solusi yang diterapkan dapat membawa warga untuk memahami lebih dalam tentang fenomena penyakit sehingga tidak berdampak pada situasi yang ruwet dan sulit untuk keluar dari kemelut yang dialami. Kami dari kejauhan selalu mendukung walau saban hari kami akan kembali dalam suasana yang lebih segar ketimbang sekarang yang dirundung duka dan derita. Bangkitlah saudaraku dari tidurmu yang panjang, jangan biarkan rona luka terus menganga, kita tingkatkan persaudaraan membangun kebersamaan dalam satu nasib memajukan Nusa Tenggara Timur, rana FLOBAMORA, tempat kita dihadirkan oleh sang khalik.


Jogja, 8 Maret 2008