Sabtu, 27 Juni 2009

Oh Yesusku...



Bunda Maria adalah mawar kehidupan yang selalu menebarkan aroma yang harum dalam hidupku. Dan Tuhan Yesus adalah Guru sejatiku di saat mana aku mengalami naik turunnya roda geriang kehidupan ini. Maxi Deo Datus

Warna Danau Kelimutu




Sumber kebanggaan masyarakat Flores dengan danau tiga warna Kelimutu.



Inilah danau yang selalu berubah warna.

Kelimutu Lio - Flores



Mawarku








Sumber inspirasiku dalam hidup.

Jumat, 26 Juni 2009




Puisi Buat Sahabat belajarku...

Ditengah merahnya mega Di dalam sunyinya senja Kutulis sebuah puisi padamu Walau kutahu tak menarik untukmu Sejalan berjalannya waktu Berputarnya bumi Terbenamnya mentari Dan munculnya bulan di malam hari Bertambah pula usiamu Semoga engkau sehat selalu Selamat ulang tahun sahabatku Karena hanya itu yang dapat aku berikan padamu...

Pada malam ketika rembulan mengikat janji bintang

Ijinkan kutanam mawarmu di taman mimpi

Di lembah cinta yang dibingkai pelangi Esok ketika kau terjaga Ceritakan padaku tentang taman bunga persahabatan kita Tentang dua hati yang lebur jadi satu Tentang matahari keabadian yang merangkak perlahan Tentang kerinduan yang terus menggelora Tentang cinta yang tanpa jeda Tentang sejuta kupu-kupu kerinduan
Kerinduan akan nilai dari persahabatan yang kita bina lewat belajar
dalam merai cita mengejar angan dan menggapai impian.
Gelora cinta bagai ombak mencium pantai Tiada kenal lelah mereka berpagutan demi membangun fondasi sahabat yang tiada sekat.
Tapi Sahabatku...
Kerinduan ini rasanya mencekik jiwa
Aku lelah memandang jagad
Ingin kutelan waktu
Agar aku bisa segera membelai wajahmu
Membiarkanmu bersandar di bahuku
Berbagi kegelisahan dan keresahan
Mengurai beban yang menggantung
Merasai detak jantungmu
Sebagai empati rasa setiaku pada ikatan sahabat kita

Ingin kubisikkan pelan ke telingamu
Puisi indah tentang kehidupan
Kebahagiaan yang ingin kita rengkuh
Tentang cita-cita dan harapan
Tentang indahnya salju keabadian
tentang hangatnya mentari yang merekah

Ah Sahabatku ...
Betapa aku tak bisa berhenti mencintaimu dan Merindumu

Maximus sahabat belajarmu...


Lawu III




Gambaran kehidupan yang samar-samar yang pada hakekatnya harus kembali bersujud syukur pada Dia Sang Penebus.

Borobudur

Wajah Borobudur dari kejauhan...
Dari dekat inilah Borobudur


Lawu II





Lawu





Gunung Lawu



Rabu, 10 Juni 2009

SEPUCUK SURAT BUAT SAHABAT YANG ULANG TAHUN

SEPUCUK SURAT BUAT SAHABAT
YANG ULANG TAHUN

Persahabatan yang di batasi sekat adalah persahabatan semu. Persahabatan yang hanya dapat terjalin apabila ketika dibutuhkan. Dan persahabatan semacam ini adalah persahabatan yang tidak mengantarkan manusia ke dalam persahabatan sejati. Persahabatan sejati adalah persahabatan yang rela berkorban hingga di batas empati yang terpatri dalam dada, dada kita yang saling membangun persahabatan kekal walaupun di kelilingi oleh selaksa perbedaan dan ditaburi dengan beni-beni warna kepekatan yang mengitari.
Yuni sahabatku,
Awal persahabatan yang kita bina dimulai dari belajar. Dan belajar ini adalah hasil dari kemauan yang kuat dari hati hingga pelajaran yang kita pelajari menjadi untaian kata yang harus kita banggakan karena dari pelajaran itu kita dapat mengenal batas antara kebaikan dan keburukan.
Saat ini aku, Maxi, bertanya-tanya mengapa engkau harus memilih aku sebagai teman belajarmu dan bukan pada teman yang lain. Apakah karena engkau melihat perjuanganku yang tak pernah mengenal lelah ataukah memang engkau membutuhkan seorang teman yang bisa memberikan pengertian? Dan apakah aku telah sanggup memberimu pengertian seperti apa yang terpatri dalam benak pikiranmu? Hanya engkau sendirilah yang bisa menilai.
Aku sadari bahwa aku memang memiliki kemauan untuk belajar. Hal ini karena aku telah banyak mencicipi empedu kehidupan dan anggur pahit perjalanan serta madu pemanis masa depan. Sehingga tidaklah mengherankan apabila aku dengan tegak menatap masa depan ini dengan penuh harapan dan tanpa harus membalik lembaran pahit masa lalu. Biarlah masa lalu menjadi pelajaran untuk masa kini dan masa kini menjadi pijakan untuk masa depan.
Yuni sahabatku,
Ketika ujian datang menjenguk kita dengan dawai-dawai melodi kerinduannya, engkau mengajak aku untuk bersama merengkuh lautan pelajaran lewat diskusi dan tanya jawab tentang berbagai persoalan yang membutuhkan pemecahan kita bersama. Dan engkau nampak asyik memainkan pikiranmu dalam belajar hingga limit waktu untuk adzan magrib berkumandang dan engkau mengajak aku pulang seperti domba yang menuruti gembalanya menuruni lembah perbukitan dan kembali ke kandang.
Ujian semester ini telah usai. Kini kita sedang beranjak ke jenjang yang lain, jenjang yang barangkali agak sulit namun mengasyikkan. Untuk semester ini kita sudah mencapai puncak gunung yang tinggi dan di bawah kita terbentang lembah, perkampungan dengan jalan setapak yang berkelok-kelok, mengagumkamkan, seperti pikiran seorang pujangga masa lalu dalam mengurai untaian kata tentang cerita masa depan dengan berbagai bingkai kehidupan yang terlintas dalam hati dan pikirannya. Jadi marilah kita duduk sejenak di tempat ini, di sini di lereng gunung yang indah ini sambil bercakap-cakap tentang nostalgia masa lalu, impian masa kini dan harapan ke hari depan.
Walaupun kita tidak bisa tinggal di sini terlalu lama tapi kita mencoba membuka rahasia persahabatan, membangun jembatan kebersamaan dan melanjutkan perjalanan menuju tempat yang penuh dengan susu dan madu.
Di tengah perjalanan kita yang terlalu jauh nampak dari samar-samar kegelapan ada puncak gunung yang lebih tinggi yang harus kita capai sebelum matahari terbenam. Tapi aku tidak mau beranjak dari tempat ini sebelum kau bahagia dan juga tidak mau berjalan selangkah pun sebelum pikiranmu damai. Aku ingin kita maju bersama dalam kebahagiaan sekaligus gembira dalam menikmati setiap derap langkah kita.
Kita sudah mengatasi satu rintangan yang sangat besar. Namun bukannya tanpa kebimbangan, keraguan, putus asa, cemas, gelisah dan onak duri yang melingkari kepala orang dari Nasaret itu atau tanpa cambuk seperti yang diajarkan nabi Muhammad kepada para pengikutnya. Tidak! Menjalin persahabatan sejati membutuhkan perjuangan. Dan aku mengakui bahwa proses diskusi kita terlalu gigih dan terlalu memaksa tapi kegigihanmu adalah akibat yang terlalu kuat dari pada kemauan. Sehingga tidak jarang pujian yang ada di atas sanjungan keluar dari bibir seorang laki-laki muda mengarah kepadamu karena engkau adalah seorang gadis muda yang cantik yang memiliki ambisi yang unik dalam mengejar cita, meraih angan dan menggapai impian. Kemauan itu mengantarkan engkau ke persoalan sederhana yang tidak boleh memandang remeh.
Aku juga mengakui bahwa aku sudah bertindak tanpa kebijaksanaan dalam beberapa hal tertentu karena telah membuatmu merasa murung hingga seolah-olah kita sedang berada dalam sebuah terowongan gelap yang mengerikan. Aku keliru mengambil langkah untuk maju dan duduk bersanding denganmu sebagai seorang yang jauh melebihi sahabat dan membayangkanmu sebagai kekasih yang dipertemukan oleh nabi Muhammad yang selalu engkau panjatkan lewat doa menjelang adzan tiba atau melalui Yesus sang tersalib bermahkotakan duri yang menjadikan aku mengenal akan makna cinta terdalam di balik selimut masa mudaku.
Yuni sahabatku, maafkan aku…
Aku memiliki prinsip hidup yang luar biasa “Berjalan sampai ke batas dan berlayar sampai ke pulau”. Ada suatu pengalaman yang membuat aku menempuh beribu mil dari Flores sampai ke batas mana Tuhan yang mahaagung menahanku untuk berhenti dalam satu perhentian. Prinsip itu sering aku utarakan kepadamu dan engkau mendengar kata-kata ku itu dengan rona wajah yang menggambarkan keheranan sehingga memungkinkan dalam hatimu untuk bertanya apakah benar demikian? Sebelum engkau mensaukan perahu pertanyaan itu ke samudera yang luas sedapat mungkin aku menjawab bahwa sebenarnya aku memiliki mimpi-mimpi yang lebih indah, mimpi yang kaya akan impian, impian supaya memanfaatkan masa muda ini dengan membangun fondasi kehidupan yang mapan dalam menata masa depan yang lebih bahagia. Sehingga tak heran apabila di setiap ajakanmu untuk bersama menenggelamkan diri ke dalam telaga belajar bersama, aku selalu menyediakan waktu untuk mengarungi telaga itu walaupun ada semacam perasaan bosan yang menggerogoti jiwa yang haus akan anggur pengetahuan ini.
Yuni sahabatku,
Kita tidak mampu dan tidak mau menyentu pinggiran bibir cawan yang berisi madu dan anggur manis kecuali dengan tangan yang disucikan oleh surga. Kita adalah sahabat yang melewati lingkaran proses dan kemudian membawa kita pada pengertian yang sulit dipahami karena getaran jiwa tak mampu menyembunyikan kita dari rasa rindu untuk bersama mengayunkan langkah menempuh cita dan impian kita.
Mungkin kata-kataku terlalu berlebihan dalam mengatakan sesuatu dalam nada malam yang ditaburi bintang tapi dari kegelapan itu ada pelita yang menerangi jalan penziarahan kita. Yuni sahabatku, engkau seperti seorang gadis Selma Keramy yang tumbuh dengan cinta dalam kisah cinta yang dilukiskan Kahlil Gibran dalam bukunya Sayap-sayap patah. Engkau selalu memberikan cahaya lilin kehidupan kepada banyak pemuda termasuk aku dan hanya ada satu yang menjadi kiblat di mana cinta itu bermuara.
Yuni, perbedaan dalam persahabatan kita memang terlalu meruncing hingga pada hal yang dogmatis selain watak, karakter serta pembawaan dan juga budaya yang tergores dalam ras, warna kulit atau pada rambut yang keriting. Aku harap engkau tidak melihat dari sudut yang sulit ini. Biarlah persahabatan ini tetap lestari terlepas dari segala perbedaan yang menjadi tembok pemisah di antara kita.
Aku memang tidak bisa menyelami isi hatimu. Dan tidak muda dalam menilaimu sebagai wanita yang penuh rahasia, tapi sudah cukup bagiku menilai dari sisi yang lain yaitu engkau wanita cantik, ayu dan berwajah oriental yang mempunyai keberanian untuk menerima tantangan dalam rangkaian kehidupan ini. Drama kehidupan, ceritanya masih terlalu panjang…
Yuni, patut aku bersyukur karena Tuhan telah mengantar aku untuk mengenalmu. Sebab sebelum aku mengenalmu aku terlebih dahulu menjejali langkah ini dengan mengenal wanita yang berprofesi ganda. Aku senang menjalin persahabatan denganmu. Sungguh mengembirakan. Dan aku bangga karena engkau adalah wanita pertama yang selalu mengagungkan nilai-nilai yang diberikan oleh orangtua kita dan selalu menjaga diri dengan doa walaupun kata sebagian teman perempuan kekhusukan dalam doa hanyalah sebuah tempat pelarian dari keterasingan diri dari hal-hal duniawi yang memang mengasyikan sekaligus neraka baru dalam lembaran buram kehidupan ini. Kata mereka ”aku ingin bebas” menikmati hidup dengan kenikmatan dan materi yang melimpah hasil dari jeri lelah kerja keras dalam keremangan malam. Aku percaya kepadamu Yuni sahabatku! Aku percaya kepadamu karena engkau terlalu manis dan cantik yang sedang duduk berhadapan denganku. Engkau menjaga kemurnian dari lorong hidup yang berbeda. Mungkin engkau melihat teman-teman yang lain begitu bebas dan tenggelam dalam keangkuhan dunia tetapi sebaliknya engkau memiliki tanah jiwa yang subur yang ditumbuhi oleh gandum dan anggur kehidupan yang manis. Engkau memiliki tekad yang kuat sekuat Margareth Teacher, sepintar Sri Mulyani, secantik Macapagal Aroyo dan seempati Aung San Suu Kyi dari Myianmar yang di penjara oleh rezim yang mabuk dengan anggur kekuasaan itu. Dan mungkin hatimu setulus bunda Teresa orang dari Kalkuta itu. Itulah yang dapat aku berikan kepadamu dalam menyambut ulang tahunmu. Semoga engkau lebih dewasa dan terbuka dalam menyikapi berbagai peristiwa kehidupan ini. Selamat ulang tahun…Tuhan akan selalu memberkatimu dengan terang sinar ilahinya. Jadilah lilin ulang tahunmu tetap terang dalam mengarungi masa depanmu. Dari Aku sahabatmu Maximus Acry Deo Datus Masa Samby Raja.
Ini aku kembali menggoreskan puisi untukmu semoga puisi ini menjadi arah ke mana perahu kehidupan ini akan saukan…





Di Sisi Danau

Di sisi danau
Hari tanpa gerimis
Semut-semut berperahu daun damar
menggapai teratai
Aku muncul dipermukaan
Saat kau sentuh dan genggam
Aku menggeliat pura-pura loncat
Sembunyi dibalik terumbu jejak kakimu
Perlahan kabur parasmu
Oleh gelombang yang kita kerjakan
Sore belum juga reda
Tornado arang jerami
Mengejarmu pergi
Sampai ke jerami suaramu pudar
Di danauku
Tidak semuanya akan karam
Bahkan wajahmu
Selamat Ulang tahun…

Sketsa

Ketika kasih itu menjelma
Getarkan relung hatiku
Aku mencoba menatap ke depan
Pandangi indahnya kala itu

Perlahan angin berhembus
Hingga terdengar sayup
Bisikan penuh ketulusa

Akan kah aku . . . . . .
Terbang terbuai penghibur khayalan
Menanti sahabat
Bias kasih
Terurai perlahan
Terhanyut dalam arti kepastian
Dan memaksaku memilih
Impian ataukah harapan

Yuni…
Engkau adalah perempuan bermata embun yang memiliki sinar kedamaian, ketentraman serta keelokan.
Lentik bulu matamu seperti ingin memantik api yang terus menyala di keremangan senja.
Setiap gerakanmu seperti bintang yang menebarkan cahaya di atas langit.
Terus menerangi hati dengan warna pelangi sebagai penghias. Maka tak ada lagi kegelapan yang senantiasa menyelimuti.
Yuni…engkau adalah bunga yang merekah di pagi hari dan menyambut embun yang bening…

By : Your Friend come from Flores

Rabu, 14 Januari 2009

Dinamika Cinta

YOHANA GADIS LIO YANG DINAMIS

( Maximus Masa )

Pembicaraan yang berlangsung pada malam yang larut melahirkan sebuah harapan baru yang menjadi moment penting dalam mengawali diskusi panjang pada masa yang akan datang. Kiranya pembicaraan yang terjadi tidak menjadi yang pertama di antara kita. Pembicaraan itu penting dalam menuangkan ide sekaligus sebagai tanda untuk mengenal siapa dan bagaimana sebenarnya kita sesungguhnya. Hari kemarin mungkin bagi kita adalah misteri yang syarat dengan selaksa rahasia. Hal ini karena jarak yang membuat kita menjadi makluk yang sedang bersembunyi di balik rahasia kehidupan. Dan rahasia itu baru dapat tersingkap ketika kita memulai untuk bertemu dalam nada persahabatan.

Yohana, gema suaramu dalam getaran deringan telepon bisu menjadikan aku berlayar di samudera raya yang luas. Entah bagaimana suaramu membuatku tenggelam dalam arus jaman yang eksotis sekaligus mengungkap segala apa yang menjadi bagian dalam hidup ini dan apa yang di dalamnya ada kemanisan yang menyakitkan dan kepahitan yang menawan rasa rindu, kau memang ada seorang teman sekaligus sahabat yang sedang belajar menuntun ilmu di daerah Yogyakarta sana. Ia bertekad melindungi dan membelamu dan berharap kau tetap sehat dalam bimbingan kasih Tuhan yang menderita di atas kayu salib itu. Lihatlah Ia di sana tergantung dalam palang penghinaan demi kita, kau dan aku, Yohana dan Maxi. Seorang teman yang jauh sekali kadang-kadang lebih dekat daripada teman yang tinggal dekat sekali. Bukankah gunung meja akan nampak lebih indah dan menarik serta jelas kelihatan bagi kita yang berjalan melintasi perbukitan One Kore daripada mereka yang mendiami kaki gunung itu?

Pembicaraan itu meskipun menggunakan bahasa yang sederhana tetapi mengandung harapan yang melambung ke angkasa yang ditaburi bintang mengantarkan rasa rindu pada seorang gadis yang bernama Yohana yang nun jauh di Kupang kota karang namun menyimpan banyak nilai-nilai luhur - ibukota propinsi daerah asalku - tempat aku dihadirkan oleh sang khalik. Kerinduan bukanlah tanpa sebab. Sekian lama aku berkelana dan bermusafir ke negeri yang jauh yang memang terlalu asyik sekaligus asing karena membawa aku mengerti tentang arti hidup sesungguhnya. Betapa tidak, bahwa hidup di tanah orang sungguh melahirkan rasa rindu pada gadis Lio yang dalam pembicaraan dengan dialek bahasa lionya sangat kental. Kapankah Tuhan ijinkan aku pulang pada daerah asalku dan menemui gadis Lio yang anggun dan menawan seperti Yohana yang pernah ku kenal? Ataukah Tuhan Engkau sengaja mempertemukan aku dengan seorang gadis Lio, Yohana, mewakili Yohana-Yahana yang lain seperti saudariku, ibuku, familiku atau juga kekasihku kelak?

Aku pun menyadari bahwa pertemuan seorang mahasiswa akuntansi dengan Yohana seorang mahasiswi jurusan sastra inggris tingkat akhir yang kini sedang sibuk dengan penyusunan skripsinya memang tanpa di sengaja. Pertemuan kami diawali dengan sms, berlanjut via telepon dan akhirnya saling marah karena dasar tidak saling bertemu untuk mengenal secara fisik sekaligus menilai indahnya senyum dan manisnya berceloteh tentang anggunnya gunung Kelindota dan hangatnya sumber air panas yang ada di lembah Detusoko. Masing-masing nampaknya perlu adanya pengertian yang meskipun barangkali sulit terwujud lantaran – sekali lagi – jarak yang memisahkan dua insan. Tetapi aku selalu percaya bahwa setiap detik nadi ini terus berdetak waktu akan tetap mengijinkan kami untuk bertemu walau hanya sesaat, di sana – di Kupang atau di Ende – di mana kami akan saling beradu pandang seperti peristiwa penyaliban Yesus dalam berjumpa dengan ibunya dari atas derita dalam pengorbanan cinta. Yesus manusia Tuhan yang sempurna. Sebagai pengikutNya tentu belajar peristiwa pelayananNya dan menerapkan dalam hidup terutama mengungkapkan cinta pada orang yang dicintai. Tatapan bunda Maria terhadap derita putranya mengingatkan aku bagaimana pertemuanku dengan kekasih asal Lio yang sangat menggetarkan jiwa yang diwujudkan dalam diri seorang gadis atas nama Yohana.

Semenjak pertemuanku dengan Yohana aku sungguh menutup jalan bagi yang lain yakni utasan cinta dan beningnya nurani untuk memiliki seorang perempuan dengan sepenuh hati. Yohana lah yang membawa aku untuk belajar bagaimana untuk saling mencintai. Dan Yohana pula yang mengantarkan aku pada sebuah alam yang banyak ditumbuhi dengan bunga-bunga yang indah. Bunga-bunga cinta. Mawar dan melati adalah bunga kesenanganku karena aromanya sungguh harum mewangi yang juga terpatri dalam diri Yohana gadis Lio sang pemberontak adat yang berpikir maju memperbaiki tatanan kehidupan menuju arah yang dinamis demi hidup yang sejahtera. Adat itulah bahan diskusi kami dalam alunan nada malam, gemerincing dengan lolongan jengkrik serta hantu rahasia tersingkap. Mungkin Yohana adalah segalanya tetapi aku mesti belajar realistis seperti seorang anak yang sedang belajar berbicara. Itu membutuhkan waktu yang cukup dan tidak pernah ada dalam sejarah orang bertemu berlanjut dengan pernyataan “Aku mencintaimu”. Belajar adalah kuncinya dan kesabaran adalah faktor kesuksesan dalam menitik cinta.

Kemarin mungkin dalam sms atau telepon terdengar erangan suara lembut Yohana dan mencoba mengusikku dengan kebohongan yang diciptakan oleh dua manusia – sepasang muda-mudi, Yohana dan Maxi – tetapi itu batas wajar, normal karena rasa rindu adalah jiwa manusia yang tak pernah terpisah dari raganya. Apa yang dialami oleh Yohana juga dialami olehku. Dua manusia yang sedang mencari eksistensi dan jati diri. Dan dua manusia itu pula bersama menanam rasa percaya diri karena yang satu dari dulu selalu mengasingkan diri ke negerinya sendiri dan kini ia mulai keluar dari pertapaan dan mencoba membuka hati untuk mencintai gadis Lio dalam diri Yohana atau pun pada Yohana lain yang namanya menjadi litani khusus bagi hidupnya dan jiwanya menjadi pendamping raga yang membutuhkan keintiman persahabatan. Aku mencintai gadis Lio karena gadis Lio adalah keturunan hawa dalam daerah Ende Lio yang memiliki rahim yang subur dan indah dengan rambut ikalnya. Sehingga tak terpungkiri kalau boleh aku menilai bahwa bening bola mata gadis asal Lio seindah danau kelimutu dan lembah dadanya seperti hamparan perbukitan kampung Ndito yang menawan dan sejuk serta ramping pinggangnya seperti gitar yang dimainkan oleh gitaris ketika sedang bernyanyi di dalam katedral Ende yang artistik. Dan ini aku dapati dalam diri Yohana. Gadis Lio adalah segalanya bagiku apa pun kekurangannya, gadis Lio tetaplah menjadi yang terdepan buatku dalam menabur cinta. Semoga Yohana, engkau memahami dan mengerti makna yang ada di balik ini, hati Maxi sahabatmu yang dipisahkan oleh jarak beribu mil dari Kupang menuju Yogyakarta.