Rabu, 27 Agustus 2008

Siklus-Siklus Cinta

Siklus-Siklus Cinta
Oleh : Maximus Masa

Mungkin engkau masih ingat ketika camping Rohani setahun silam. Pada malam yang dihembusi dinginnya udara lembah gunung Merapi Panitia MISKAM menyalakan api unggun untuk mengawali pelantikan anggota kepengurusan MISKAM yang baru dan sekaligus mengawali perkenalan kita lewat sebaris poisi yang aku persembahkan untukmu di malam itu. Aku membacakan poisi indah, poisi cinta dalam senja yang merekah kejinggaan. “Di tengah senja yang memancarkan sinarnya yang jingga ku angkat kepalaku dan menatap ke ufuk barat, ku temukan kau dalam angan seperti Venus dewi cinta yang menampakkan dirinya membiarkan aku menatap lebih dalam dengan harapan untuk memiliki walau belum tahu apakah semuanya berakhir pada titik hati yang ajaib membawa seberkas sinar cinta nan abadi”. Beni cinta dan kerinduan merekah seperti semerbak mawar yang dilumuri embun di pagi hari, seperti air yang terus mengalir di sungai hati, ku telusuri meskipun terkadang rasa tak percaya hadir sebagai sarana penghias mezbah hati seorang pemuda sepertiku. Bebatuan, kedangkalan, kedalaman nyaris tak hentinya aku telusuri di sepanjang aliran sungai hati dalam mengapai cinta dan beningnya air sungai Wonolelo pelepas dahaga nyanyian cintaku kepadamu.

Harumnya bunga cinta semerbak di seluruh jagad hati ini. Berkembang seiring dengan perputaran sang waktu. Nampaknya keindahan tak akan berhenti pada titik itu. Di tengah sibuknya diklat jurnalistik, kembali ku goreskan sebaris poisi dan kemudian ku mencoba merenungkan makna yang tersembunyi di balik itu. Lalu ku dapati kau berdiri seperti pilar terang yang menerangi alam pikiranku. Kau adalah lilin kecil yang bernyala di altar hati seorang pemuda yang dari hari ke hari melantunkankan litani namamu’ Santa Kehidupan’ yang terpatri atas nama cinta.

Kemarin, ketika ku sedang berada di atas puncak gunung Lawu, aku berdiri menatap indahnya panorama alam di sekitarnya. Tak diduga obor cinta bayangan dirimu mengusikku untuk merenung. Benarkah cinta yang lahir dari ketulusan harus diwarnai dengan selaksa penolakkan, tertawaan dan pandangan sinis dari seorang perempuan yang dicintai? Sebagai seorang pemuda, selayaknya untuk ditolak, ditertawai dan bahkan pandangan sinis. Perjuangan dan kerja keras sebagai bukti keseriusan yang menandai awal dari rasa tanggungjawab untuk memiliki. Memiliki dirimu.

Di atas puncak gunung Lawu pula, kau seolah sedang menemani diriku. Kau berada bersamaku di Lawu dan tengah bercakap-cakap dengan aku tentang cinta. Saat itu aku berkata dengan kata-kata yang lebih sederhana dan dengan bahasa yang lebih agung dan kau nampak seperti mimpi mendengar kata-kataku dalam alunan suara dengan nada penuh harapan. Karena aku tahu bahwa kau penuh pengertian untuk memahami isi dari segala angan yang ku lambungkan kepada dirimu. Di atas puncak gunung Lawu, kehadiran dirimu mengantarkan aku ke suatu tempat pertapaan yang sunyi sehingga terkesan cintaku kepadamu seperti semakin dekat pada tahta Tuhan dalam ujud syukur tanda kerendahan anak manusia di bawah kaki salib gambaran gunung Lawu yang bersanding dengan puncak gunung Kalvari di mana Yesus merangkul semua anak manusia dengan cinta pengorbanan-Nya yang tulus dan jujur.

Dari semua orang, kau lah yang paling dekat dengan jiwaku. Rohmu dan rohku bersatu sehingga kau adalah yang paling dekat di hatiku. Aku mencintai engkau, namun aku tidak tahu mengapa aku harus mencintaimu. Aku tidak mau tahu itu. Sebab sudah cukup bagiku menyandarkan kepala pada bahumu di kala aku dilanda prahara kesedihan, dihempas badai gelombang kesepian, dan keterasingan dalam kesendirian atau aku sedang mengalami bahagia, senyum, tawa dan canda. Sudah cukup bagiku membawamu ke puncak gunung Lawu sekaligus mengatakan: “Kaulah rekanku, kaulah sahabatku, kaulah temanku”.

Karena kebiasaanku menyapa teman perempuan dengan ‘hallo sayang’, teman-teman bilang aku mencintai orang-orang, dan ada yang mencelaku karena mencintai setiap para gadis. Ya, aku mencintai semua para gadis, aku mencintai mereka dengan tulus dan jujur sepenuh hati. Aku mencintai mereka karena mereka adalah para gadis yang perlu dicintai. Akan tetapi setiap hati punya Qiblah sendiri, setiap hati punya satu arah khusus ke mana ia menoleh ketika hanya sendirian. Setiap hati punya seorang petapa ke mana ia mengundurkan diri untuk mencari hiburan dan kenyamanan.

Setiap hati mendamba hati lain, hati yang bisa diajak untuk bersama-sama mereguk madu kehidupan dan menikmati kedamaian, sekaligus melupakan penderitaan hidup. Sekarang sudah satu tahun waktuku belajar. Aku merasa menemuhkan arah ke mana hatiku menoleh. Dan perasaan milikku ini merupakan sebuah kenyataan. Kenyataan yang membuatku bersikap berani untuk memberontak kepada santo Thomas yang merasa ragu akan kebangkitan Yesus dalam wujud keraguan menyatakan cinta kepadamu yaitu “Aku Mencintaimu”.

Tidak ada komentar: